Rabu, 22 Juli 2009

Budaya Politik

A. Pengertian Budaya Politik

Istilah "budaya politik" (political culture) relatif baru tidak hanya dalam konteks politik Indonesia, tetapi juga dalam kajian-kajian politik umumnya. Seperti dikemukakan Pye, istilah "kultur politik" adalah istilah relatif baru yang berusaha membuat lebih eksplisit dan sistematis pemahaman yang berkaitan dengan konsep-konsep yang sudah lama mapan seperti ideologi politik, etos dan semangat nasional, psikologi politik nasional, dan nilai-nilai fundamental masyarakat. Istilah "budaya politik" yang juga mencakup orientasi politik para pemimpin dan warga negara, lebih inklusif dari istilah-istilah lain seperti "gaya politik" (political style) atau "tata operasional" yang lebih berpusat pada tingkah laku politik kaum elite (pye, dalam Pye & Verba, eds. 1965:100)

Albert Widjaja menyatakan budaya politik adalah aspek politik dari sistem nilai-nilai yang terdiri dari ide, pengetahuan, adat istiadat, tahayul dan mitos. Kesemuanya ini dikenal dan diakui sebagian besar masyarakat. Budaya politik tersebut memberi rasional untuk menolak atau menerima nilai-nilai dan norma lain. Ia menyamakan budaya politik dengan konsep “ideologi” yang dapat berarti “sikap mental”, “pandangan hidup”, dan “struktur pemikiran”. Budaya politik, katanya, menekankan ideologi yang umum berlaku di masyarakat, bukan ideologi perorangan yang sifatnya sering khusus dan beragam.


B. Tipe-tipe Budaya Politik dan Perkembangan Budaya Politik Indonesia
Almond dan verba membuat beberapa macam tipe-tipe budaya politik, yaitu:

  1. Budaya parokial yaitu budaya politik yang terbatas pada wilayah tertentu bahkan masyarakat belum memiliki kesadaran berpolitik, sekalipun ada menyerahkannya kepada pemimpin lokal seperti suku.
  2. Budaya politik kaula/subjek artinya masyarakat sudah memiliki kesadaran terhadap sistem politik namun tidak berdaya dan tidak mampu berpartisipasi sehingga hanya melihat outputnya saja tanpa bisa memberikan input.
  3. Budaya politik partisipan adalah masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang berorientasi terhadap struktur inputs dan proses dan terlibat di dalamnya atau melihat dirinya sebagai potensial terlibat, mengartikulasikan tuntutan dan membuat keputusan. Pada budaya poltik ini ditandai dengan kesadaran politik yang tinggi. Budaya politik partisipan merupakan budaya politik pada masyarakat atau orang-orang yang aktif melibatkan diri dalam kegiatan politik, khususnya memberikan suara dalam pemilihan umum. Tingkat partisipasi politik pada golongan ini diperkirakan sebesar 40-60%
  4. Budaya politik campuran, maksudnya disetiap bangsa budaya politik itu tidak terpaku kepada satu budaya, sekalipun sekarang banyak negara sudah maju, namun ternyata tidak semuanya berbudaya partisipan, masih ada yang kaula dan parokial. Inilah yang kemudian disebut sebagai budaya politik campuran.

Berdasarkan klasifikasi tipe-tipe parokial, kaula/subjek, dan partisipan. Almond membuat tiga model tentang kebudayaan politik atau disebut model orientasi terhadap pemerintahan dan politik, yakni meliputi :
a. Model pertama adalah masyarakat demokratis industri.
b. Model kedua adalah sistem otoriter
c. Model ketiga yaitu sistem demokrasi praindustri.

Profil budaya politik Indonesia serta bagaimana budaya politik mempengaruhi perilaku politik warga negara dan aktor politik. Keanekaragaman kultur merupakan hal yang mendorong terciptanya pengaruh yang besar dalam budaya politik. Banyaknya budaya-budaya daerah telah menghadirkan banyaknya subbudaya politik, yang masing-masing memiliki jarak yang berbeda-beda dengan struktur politik.


Clifford Geertz seorang ilmuwan social, mengupas kebudayaan jawa menyatakan terdapat tipologi dalam kebudayaan jawa yaitu, santri sebagai abangan dan priyayi. Masyarakat jawa terdiri dari tiga kelompok sosial seperti itu. Sementara itu Geertz, secara menyeluruh mengelompokkan masyarakat Indonesia dalam tiga sub budaya politik yang meliputi : “Petani pedalaman Bali”, Masyarakat Islam Pantai” dan “Masyarakat pegunungan. Herbert Feith lebih memandang Indonesia memiliki dua buah politik yang dominan, yaitu : “ Aristokrasi Jawa” dan “Wiraswasta Islam. Mochtar Naim (Malik, 2003) mengatakan hanya ada dua sistem budaya yang belakangan mempengaruhi elite politik di Indonesia. Pertama, sistem budaya Jawa yang berwatak hirarkis, feodalistis, dan paternalistis. Kedua, sistem budaya Minangkabau (Melayu) yang dicirikan sebagai masyarakat tribal dan bersuku-suku, demokratis, paternalistis dan desentralistis. Dua sistim budaya ini, ketika zaman pergerakan sampai ke masa Indonesia baru, saling tarik menarik di antara kaum elit strategis kita, terutama yang berkaitan dengan ide demokrasi. Dua sistem budaya ini, belakangan mempengaruhi perilaku politik elite di Indonesia, dalam kaitannnya dengan pandangan kekuasaan. Arbit Sanit (1985), menjelaskan pandangan masyarakat Indonesia terhadap kekuasaan dapat dibedakan atas dua tipe, yaitu bentuk yang tradisional dan moderen. Kekuasaan yang dilihat dari pandangan tradisional (Jawa), sebagai sesuatu yang terpusat, tidak terbagi, bersifat simbolis sehingga mutlak dan personal.

C. Pengertian Sosialisasi Politik

Sosialisasi politik menunjuk pada proses-proses pembentukan sikap-sikap politik dan pola-pola tingkah laku disamping itu sosialisasi politik juga merupakan sarana bagi suatu generasi ubntuk mewariskan patokan-patokan dan keyakinan-keyakinan politik kepada generasi sesudahnya. Proses ini disebut transmisi kebudayaan. Adapun Sarana-sarana Sosialisasi Politik meliputi keluarga, sekolah,, kelompok pergaulan, pekerjaan, media massa, dan kontak-kontak politik langsung.

Dengan melihat derajat partisipasi politik warga dalam proses politik rezim atau pemerintahan bisa dilihat dalam spektrum:

  • Rezim otoriter - warga tidak tahu-menahu tentang segala kebijakan dan keputusan politik
  • Rezim patrimonial - warga diberitahu tentang keputusan politik yang telah dibuat oleh para pemimpin, tanpa bisa mempengaruhinya.
  • Rezim partisipatif - warga bisa mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh para pemimpinnya.
  • Rezim demokratis - warga merupakan aktor utama pembuatan keputusan politik

D. Peran Serta Budaya Politik Partisipan
Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Secara umum dalam masyarakat tradisional yang sifat kepemimpinan politiknya lebih ditentukan oleh segolongan elit penguasa, keterlibatan warga negara dalam ikut serta mempengaruhi pengambilan keputusan, mempengaruhi kehidupan bangsa relatif sangat kecil


Kategori Partisipasi Politik tediri dari :

  1. Berdasarkan Kegiatannya terdiri dari partisispasi aktif dan partisipasi pasif
  2. Berdasarkan Sifatnya, terdiri dari “autonomus particition” (partisipasi otonom) dan “mobilized participation” (partisipasi yang dimobilisasi).
  3. Berdasarkan Jumlah Pelakunya terdiri dari partisipasi individual dan partisispasi kolektif
  4. Berdasarkan Kesadaran Politik dan Kepercayaan Politik terdiri dari partisispasi aktif, pasif, apatis, dan radikal militan

Perilaku politik (politic behavior) menurut Almond, dinyatakan sebagai segala sesuatu mengenai tindakan manusia dalam situasi poltik. Interaksi antara pemerintah dan masyarakat, antara lembaga-lembaga pemerintah, dan antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, penegakkan keputusan politik yang juga merupakan perilaku politik. Ikut serta dalam pemilu, misalnya merupakan bentuk sikap warga negara terhadap pemerintah merupakan salah satu contoh perilaku politik. Tindakan dan perilaku individu ditentukan oleh orientasi umum yang nampak secara jelas sebagai pencerminan budaya politik.

Menurut Miriam budiarjo, Tingkah laku politik merupakan pencerminan dari budaya politik suatu masyarakat yang penuh dengan aneka bentuk karakter dan aneka bentuk-bentuk kelompok dengan berbagai macam tingkah lakunya. Perilaku politik pemimpin maupun warga negara tidak dapat dipisahkan dari pengaruh budaya politik. misalnya, dalam melaksanakan penyusunan rencana keputusan politik, mengawasi pelaksanaan pengawasan dan menjalankan fungsi yudikatif, semuanya itu tidak dapat terlepas dari pengaruh budaya politik norma-norma, tata nilai, subbudaya, adat kebiasaan, tradisi, bahkan cakupan tipe budaya politik beserta karakteristiknya yang khas telah mewarnai proses tersebut.