Senin, 02 November 2009

PERJANJIAN INTERNASIONAL

Pengertian Perjanjian Internasional
Sebagian besar transaksi dan interaksi antara negara-negara dalam hubungan internasional bersifat rutin dan bebas konflik. Semakin banyak permasalahan yang muncul baik nasional, regional, ataupun global memerlukan perhatian dan penyelesaian dari banyak negara. Dalam banyak kasus, pemerintah beberapa negara seringkali berunding untuk membahas masalah serta memberikan solusi bagi permasalahan yang timbul antarnegara.
Istilah perjanjian merujuk pada interaksi antarnegara dalam menyelesaikan berbagai masalah atau konflik kepentingan di berbagai bidang, seperti bidang politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan (militer). Sebuah perjanjian harus dapat memberikan manfaat bagi negara-negara yang bergabung dalam suatu perjanjian. Terdapat beberapa pengertian perjanjian yang dikemukakan oleh para ahli hubungan internasional, antara lain.
a. Mochtar Kusumaatmadja, SH. LL.M
Perjanjian internasional sebagai perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu.
b. Konferensi Wina 1969
Perjanjian internasional adalah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu yang harus dipatuhi oleh setiap negara berdasarkan hukum internasional yang berlaku.
c. Oppenheimer
Dalam bukunya yang berjudul International Law, Oppenheimes mendefinisikan perjanjian internasional sebagai “international treaties are states, creating legal rights and obligations between the parties” atau perjanjian internasional melibatkan negara-negara yang menciptakan hak dan kewajiban di antara pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut.
d. K.J. Holsti
Perjanjian internasional merupakan hasil interaksi antarnegara yang diwakili pemerintah bersepakat untuk merundingkan, menyelesaikan, dan membahas masalah, mengemukakan bukti teknis untuk menyetujui satu penyelesaian, dan mengakhiri perundingan dengan perjanjian yang memuaskan kedua belah pihak.

2. Klasifikasi Perjanjian Internasional
Terdapat banyak perjanjian internasional yang mengatur setiap negara di dunia. Pengklasifikasian perjanjian internasional ini dapat dibedakan dari aspek subjek, isi, proses, dan fungsinya.
a. Klasifikasi berdasarkan subjek perjanjian, antara lain perjanjian antarnegara yang merupakan hukum internasional, perjanjian antara negara dengan organisasi internasional, dan perjanjian organisasi internasional dengan organisasi internasional lainnya.

b. Klasifikasi berdasarkan isi perjanjian dibagi atas beberapa faktor yang melatarbelakangi, yaitu secara politis, ekonomi, hukum, dan lain-lain. Organisasi NATO dan SEATO didirikan karena faktor politis. Secara ekonomi, perjanjian dapat dilihat dalam bantuan keuangan dari lembaga atau organisasi keuangan internasional, misalnya IMF, World Bank, dan CGI. Secara hukum, pengklasifikasian perjanjian berdasarkan isi dapat dilihat pada perjanjian ekstradisi antarnegara. Batas wilayah antarnegara dapat dilihat pada perjanjian teritorial, batas laut, dan batas daratan. Perjanjian secara kesehatan dapat dilihat pada kerjasama penanggulangan penyakit AIDS, flu burung, dan sebagainya.

c. Klasifikasi berdasarkan proses pembentukan perjanjian dapat dibagi dua. Pertama, perjanjian yang bersifat penting. Perjanjian bersifat penting dibuat melalui proses perundingan, penandatangan, dan ratifikasi sehingga menjadi hukum internasional yang mengikat negara-negara yang menandatangani. Kedua perjanjian bersifat biasa. Perjanjian bersifat biasa dibuat dengan melakukan perundingan dan penandatanganan perjanjian.

d. Klasifikasi berdasarkan fungsi perjanjian merupakan perjanjian yang mengatur tata cara pengaturan hubungan internasional bagi setiap negara dalam bentuk hukum yang mengikat setiap negara yang menandatangani. Contohnya adalah Konvensi Wina tahun 1958 tentang hubungan diplomatik yang harus ditaati oleh setiap negara di seluruh dunia. Selain itu, ada juga yang disebut perjanjian khusus. Perjanjian khusus mengikat negara-negara tertentu dalam bentuk hak dan kewajiban negara-negara penandatangan

3. Tahap-tahap Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional adalah suatu perjanjian yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis dalam bentuk dan nama tertentu serta menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak tertentu (negara atau organisasi). Dalam hukum internasional, tahapan pembuatan hukum internasional diatur dalam Konvensi Wina tahun 1969 tentang Hukum (Perjanjian) Internasional. Konvensi tersebut mengatur tahap-tahap pembuatan perjanjian baik bilateral (dua negara) mau pun multilateral (banyak negara). Tahap-tahapan tersebut adalah sebagai berikut.
a. perundingan (negotiation),
b. penandatanganan (signature),
c. pengesahan (ratification).
Dalam melakukan perjanjian, suatu negara harus melakukan tahap-tahap pembuatan perjanjian. Tahap-tahap tersebut dilakukan secara berurutan, yaitu mulai dari perundingan antarnegara yang berkepentingan, penandatanganan MOU, agreement, atau pun treaty yang mengikat negara-negara yang membuat perjanjian, mensahkan perjanjian tersebut melalui ratifikasi yang melibatkan dewan perwakilan atau parlemen.
Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya Pengantar Hukum Internasional menyebutkan tiga tahap dalam melakukan perjanjian internasional, yaitu

a. Perundingan (Negotiation)
Perundingan dilakukan oleh wakil-wakil negara yang diutus oleh negara-negara peserta berdasarkan mandat tertentu. Wakil-wakil negara melakukan perundingan terhadap masalah yang harus diselesaikan. Perundingan dilakukan oleh kepala negara, menteri luar negeri, atau duta besar. Perundingan juga dapat diwakili oleh pejabat dengan membawa Surat Kuasa Penuh (full power). Apabila perundingan mencapai kesepakatan maka perundingan tersebut meningkat pada tahap penandatanganan.

b. Penandatanganan (Signature)
Penandatanganan perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua negara biasanya ditandatangani oleh kepala negara, kepala pemerintahan, atau menteri luar negeri. Setelah perjanjian ditandatangani maka perjanjian memasuki tahap ratifikasi atau pengesahan oleh parlemen atau dewan perwakilan rakyat di negara-negara yang menandatangani perjanjian.

c. Pengesahan (Ratification)
Ratifikasi dilakukan oleh DPR dan pemerintah. Pemerintah perlu mengajak DPR untuk mensahkan perjanjian karena DPR merupakan perwakilan rakyat dan berhak untuk mengetahui isi dan kepentingan yang diemban dalam perjanjian tersebut. Pasal 11 UUD 1945 menyatakan bahwa masalah perjanjian internasional harus mendapatkan persetujuan dari DPR. Apabila perjanjian telah disahkan atau diratifikasi dengan persetujuan DPR maka perjanjian tersebut harus dipatuhi dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Di Indonesia, tahapan pembuatan perjanjian internasional dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Dalam Pasal 6 ayat (1) disebutkan pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui tahap-tahap berikut ini.
a. Penjajakan, merupakan tahap awal yang dilakukan para pihak yang akan melakukan perundingan mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.
b. Perundingan, merupakan tahap setelah adanya kesepakatan yang dibuat dalam tahap penjajakan. Perundingan merupakan tahap kedua yang membahas materi dan masalah-masalah teknis yang akan disepakati dalam perjanjian internasional.
c. Perumusan naskah, merupakan tahap pembuatan perjanjian internasional yang tujuannya untuk merumuskan rancangan suatu perjanjian internasional yang akan ditandatangani para pihak terkait.
d. Penerimaan, merupakan tahap penerimaan para pihak atas naskah perjanjian yang telah dirumuskan dan disepakati.
e. Penandatanganan, yaitu tahap akhir dalam perundingan bilateral untuk melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua pihak.

Terdapat perbedaan kekuatan untuk mengikat dalam perjanjian bilateral (perjanjian dua negara) dengan perjanjian multilateral (banyak negara). Dalam perundingan bilateral, kesepakatan atas naskah awal hasil perundingan dapat disebut “penerimaan”. Penerimaan dilakukan dengan membubuhkan inisial atau paraf pada naskah perjanjian internasional oleh ketua delegasi masing-masing. Dalam perundingan multilateral, proses penerimaan (acceptance/approval) umumnya merupakan tindakan pengesahan suatu negara atas perubahan perjanjian internasional.

Untuk perjanjian multilateral, penandatanganan perjanjian internasional bukan merupakan pengikatan diri sebagai negara pihak yang tunduk pada ketentuan perjanjian internasional. Di Indonesia, sesuai ketentuan Pasal 3 UU Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, proses mengikatkan diri pada perjanjian internasional dilakukan melalui cara-cara berikut.
a. penandatanganan,
b. pengesahan,
c. pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik,
d. cara-cara lain sebagaimana disepakati para pihak dalam perjanjian internasional.

Negara dapat dikatakan terikat pada perjanjian internasional setelah dilakukan pengesahan baik dalam bentuk ratifikasi (ratification), aksesi (accession), penerimaan (acceptance), maupun penyetujuan (approval). Pengesahan adalah perbuatan hukum untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional dalam bentuk

a) Ratifikasi (ratification),
Ratifikasi (ratification) dilakukan apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional turut menandatangani naskah perjanjian.

b) Aksesi (accession),
Aksesi (accesion) apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional tidak turut menandatangani naskah perjanjian.

c) Penerimaan (acceptance) dan Penyetujuan (approval).
Penerimaan (acceptance) dan penyetujuan (approval) adalah pernyataan menerima atau menyetujui dari negara-negara pihak pada suatu perjanjian internasional atas perubahan perjanjian internasional tersebut.

Tahukah kamu?
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak/KHA (Convention on the Right of the Child/CRC) pada tanggal 26 Januari 1990 melalui Kepres RI. No. 36 Tahun 1990. Tindakan pemerintah Indonesia dengan meratifikasi Konvensi Hak Anak tersebut merupakan upaya untuk memberikan perlindungan dan pengembangan hak-hak anak di Indonesia.

Selain pengesahan, negara-negara yang terlibat dalam perjanjian intenasional dapat menyatakan persyaratan (reservation) atau deklarasi/ (declaration). Reservasi (reservation) adalah pernyataan sepihak suatu negara untuk tidak menerima berlakunya ketentuan tertentu pada perjanjian internasional, dalam rumusan yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan suatu perjanjian internasional yang bersifat multilateral. Pernyataan (declaration) adalah pernyataan sepihak suatu negara tentang pemahaman atau penafsiran mengenai suatu ketentuan dalam perjanjian internasional. Pernyataan dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan perjanjian internasional yang bersifat multilateral guna memperjelas makna ketentuan tersebut.
Dalam praktiknya, terdapat perjanjian-perjanjian internasional yang tidak memerlukan pengesahan dan langsung berlaku setelah penandatanganan. Untuk perjanjian-perjanjian internasional yang memerlukan pengesahan terdapat beberapa bentuk pengesahan.

4. Proses Pengesahan Perjanjian Internasional di Indonesia
Terdapat tiga model pengesahan yang dikenal dalam hukum internasional, yaitu.
a. Pengesahan perjanjian internasional menjadi hukum positif suatu negara dilakukan oleh pemegang kekuasaan eksekutif. Model pengesahan demikian umumnya dilaksanakan di negara-negara yang menganut sistem monarki (kerajaan) absolut dan otoriter.
b. Pengesahan perjanjian internasional menjadi hukum positif nasional dilakukan oleh badan legislatif. Model pengesahan tersebut jarang terjadi atau bahkan saat tidak ada negara yang menganut sistem tersebut. Hal ini disebabkan karena pihak yang membuat perjanjian adalah pemerintah negara (eksekutif) sehingga dalam pengesahaannya pemerintah (eksekutif) akan selalu diikutsertakan.
c. Pengesahan perjanjian internasional dilakukan secara bersama-sama antara legislatif dengan eksekutif. Model ini disebut dengan sistem campuran. Sistem campuran ini paling banyak digunakan negara-negara di dunia.

Di Indonesia, pengesahan perjanjian internasional menjadi hukum positif Indonesia menggunakan sistem campuran. Landasan yuridis pembuatan perjanjian internasional didasarkan pada ketentuan Pasal 11 ayat (1) UUD 1945, yang berbunyi Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian, dan membuat perjanjian dengan negara lain. Ketentuan tersebut bersifat umum dan tidak memuat bagaimana proses pembuatan perjanjian internasional yang dilakukan Indonesia dengan pihak lain. UUD 1945 juga tidak memuat ketentuan bagaimana proses pengikatan diri terhadap perjanjian yang dibuat.

Pada masa Pemerintahan Orde Lama, untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (1) UUD 1945, didasarkan pada ketentuan yang ada dalam Surat Presiden Nomor 2826/HK/1960. Surat tersebut dibuat dan dikirim Presiden Soekarno kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 22 Agustus 1960. Inti Surat Nomor 2826 HK/1960 adalah pemerintah meminta persetujuan DPR, jika materi perjanjian internasional tersebut bersifat penting. Akan tetapi, jika perjanjian mengandung materi lain, DPR cukup diberitahukan saja. Dalam praktiknya, terjadi berbagai penyimpangan dalam melaksanakan surat presiden tersebut sehingga perlu dibuat undang-undang tentang Perjanjian Internasional.
Surat Presiden Nomor 2826/HK/1960 berlaku hingga tahun 2000. Surat Nomor 2862 HK/1960 tersebut tidak berlaku lagi setelah diundangkannya UU Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional pada tanggal 23 Oktober 2000. Dengan demikian, segala bentuk perjanjian dan proses pengesahan perjanjian internasional tidak lagi didasarkan pada ketentuan Surat Nomor 2862 HK/1960 tapi mengacu pada ketentuan pada UU Nomor 24 Tahun 2000.
Dalam UU Nomor 24 Tahun 2000, proses pengesahan perjanjian internasional diatur pada BAB III (Pasal 9 – 14) tentang Pengesahan Perjanjian Internasional. Menurut ketentuan UU Nomor 24 Tahun 2000, semua pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden. Selain perjanjian internasional yang perlu disahkan dengan undang-undang atau keputusan presiden, Pemerintah RI juga dapat membuat perjanjian internasional melalui cara-cara lain sebagaimana disepakati oleh para pihak pada perjanjian tersebut.
Materi perjanjian internasional yang disahkan melalui undang-undang apabila berkenaan dengan
a. masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara,
b. perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia,
c. kedaulatan atau hak berdaulat negara,
d. hak asasi manusia dan lingkungan hidup,
e. pembentukan kaidah hukum baru,
f. pinjaman dan/atau hibah luar negeri.

Tahukah kamu?
Pengesahan perjanjian internasional yang materinya tidak termasuk materi seperti yang disebutkan di atas, dilakukan dengan keputusan presiden. Pengesahan perjanjian internasional yang dituangkan dalam bentuk keputusan presiden harus disampaikan kepada DPR. Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan salinan setiap keputusan presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dievaluasi.

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Pengetahuan Dasar Hubungan Internasional
1. Pengertian Hubungan Internasional
Secara umum, pengertian hubungan internasional dapat dijelaskan sebagai hubungan yang mengatur perilaku setiap negara untuk berinteraksi dengan negara lain dalam bidang ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan. Agar terbentuknya masyarakat dunia yang berorientasi pada peningkatan kualitas hidup yang manusiawi dalam dunia yang masuk dalam era ketergantungan ini maka setiap negara memerlukan bentuk-bentuk kerja sama yang bisa saling membangun satu sama lain
Hubungan internasional dapat dilakukan secara bilateral, trilateral, multilateral, atau pun global. Konsep hubungan internasional tidak lepas dari peranan penting organisasi-organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations), Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations), Uni Eropa (European Unions), NAFTA (North America Free Trade Areas), Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization), dan organisasi internasional lainnya.

Para ahli hubungan internasional memberikan definisi berbeda mengenai studi hubungan internasional. Berikut adalah pengertian atau batasan mengenai hubungan internasional yang dikemukakan oleh beberapa ahli.
 Mochtar Mas’oed
Hubungan internasional merupakan bagian dari studi ilmu sosial yang mempelajari tentang interaksi setiap negara di dunia dalam segala aspek hubungan internasional yang meliputi diplomasi politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan.
 Daniel S. Papp
Hubungan internasional adalah ilmu yang mempelajari masalah-masalah internasional dan sistem yang membentuk hubungan internasional serta para aktor yang terlibat di dalamnya.
 Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi
Hubungan internasional adalah studi tentang bagaimana memahami teori, konsep, dan politik dunia (world politics) yang tercermin dalam aktor-aktor internasional yang meliputi negara bangsa, organisasi internasional, korporasi multinasional, dan kelompok teroris.
 K.J. Holsti
Hubungan internasional mengacu pada istilah semua bentuk interaksi antara masyarakat yang berbeda apakah disponsori oleh pemerintah atau tidak. Studi hubungan internasional mencakup kebijakan luar negeri atau proses politik antara bangsa-bangsa yang mencakup juga studi mengenai serikat perdagangan internasional, Palang Merah Internasional, turisme, perdagangan internasional, transportasi, komunikasi, serta perkembangan nilai dan etik internasional.
 Karl W. Dentesh
Dalam bukunya The Analysis of International relation, hubungan internasional merupakan proses transnasional yaitu berpengaruhnya suatu ide, perilaku, kejadian dari suatu negara ke negara lain. Interdependensi yaitu faktor mengapa negara lain bergantung dengan suatu organisasi atau negara lainnya (ketergantungan internasional). Hubungan internasional juga mempelajari sebab-sebab suatu negara berperang dan bagaimana menciptakan perdamaian; kekuatan dan kelemahan negara; politik internasional dan masyarakat internasional; masalah kependudukan, pangan dan lingkungan hidup; serta masalah kemiskinan dan kemakmuran.


Prinsip Inti dalam hubungan internasional mempunyai dua sisi, yaitu:
1) Adanya garis yang membatasi perangai internasional pemerintah suatu negara dengan apa yang dilakukannya dalam batas wilayah nasionalnya; dan
2) Tindakan dalam negeri yang diambil oleh pemerintah suatu negara berada diluar kepentingan negara-negara lain dan komunitas internasional.
Oleh karena itu campur tangan luar negeri dalam masalah-masalah internal dalam negeri suatu negara berdaulat tidak dibenarkan.

2. Aktor-aktor Hubungan Internasional
Aktor-aktor yang terlibat dalam hubungan internasional dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a. Negara (state)
Negara telah mendominasi perpolitikan dunia selama kurang lebih 300 tahun. Dominasi negara bermula dari Perjanjian Westphalia pada tahun 1648. Perjanjian Westphalia telah mengakhiri peperangan selama tiga puluh tahun di Eropa. Dengan Perjanjian Westphalia, didirikan sistem entitas kedaulatan negara. Sebelumnya, kedaulatan ditentukan oleh kekuasaan Paus dan Gereja Katolik Romawi. Negara menjadi entitas politik yang sangat penting dalam hubungan internasional. Negara memiliki legitimasi dan kedaulatan untuk menentukan nasib suatu bangsa dalam hubungan internasional.

b. Organisasi Internasional (international governmental organization)
Organisasi internasional mengacu pada organisasi yang diciptakan oleh dua atau lebih negara berdaulat. Organisasi internasional mengadakan pertemuan secara regular dan memiliki pekerja yang bekerja secara penuh. Organisasi internasional merupakan tempat di mana setiap negara memiliki wakil yang menjaga kepentingan masing-masing negara pada tingkat regional dan internasional. Contoh organisasi internasional adalah PBB, ASEAN, WHO, dan WTO.

c. Organisasi Nonpemerintah (Non Government Organization)
Organisasi nonpemerintah merupakan organisasi yang dibentuk oleh masyarakat atau kelompok kepentingan di suatu negara atau beberapa negara. Kebanyakan NGO dibentuk untuk melindungi hak-hak minoritas yang tersingkirkan oleh kebijakan pemerintah. Terdapat sekitar 5.000 NGO di seluruh dunia dengan tujuan, maksud, pengaruh, dan komposisi yang berbeda. Contoh NGO yang sudah terkenal di tingkat internasional adalah Amnesti Internasional, CARE, Palang Merah Internasional, dan Green Peace.

d. Korporasi Multinasional (Multinational Corporation)
Korporasi multinasional merupakan aktor bukan negara yang sangat mendominasi, khususnya dalam bidang ekonomi. Korporasi multinasional merupakan raksasa ekonomi yang menguasai perekonomian di hampir setiap negara di dunia. Kekuatan ekonomi yang dimiliki korporasi multinasional telah memungkinkan aliran investasi asing di berbagai belahan dunia untuk bergerak tanpa mengenal batas-batas negara.

e. Kelompok Teroris (Terrorist Group)
Kelompok teroris menjadi faktor penting dalam hubungan internasional, terutama setelah berakhirnya Perang Dingin dan serangan teroris pada menara kembar WTC di New York pada 11 September 2001. Terorisme adalah penggunaan atau ancaman kekerasan fisik oleh individu-idividu atau kelompok-kelompok untuk tujuan politik, baik untuk kepentingan atau melawan kekuasan yang ada. Sedangkan versi Deplu AS tahun1987 dalam publikasi tahunannya mengenai terorisme global berbunyi: “ terorisme adalah kekerasan fisik yang direncanakan dan bermotivasi politik yang dilancarkan terhadap sasaran-sasaran nonkombatan, oleh kelompok-kelompok subnasional atau agen-agen rahasia negara, biasanya dimaksudkan untuk mempengaruhi public tertentu.
Pada intinya terorisme internasional adalah bentuk kekerasan politik yang melibatkan warga atau wilayah lebih dari satu negara. Ia juga dapat diartikan sebagai tindak kekerasan yang dilakukan diluar diplomasi internasional dan perang. Sebagai sasaran dipilih benda hidup atau mati, misalnya diplomat, pejabat, aktivis, pengusaha besar, pesawat terbang dan sebagainya.
Kelompok teroris menjadi momok yang ditakuti di setiap negara. Hal ini dikarenakan umumnya mereka mengkampanyekan kepentingan mereka dengan kekerasan. Tujuan akhir kelompok teroris adalah politik, motifnya bervariasi antara lain meliputi tuntutan terhadap pemisahan dari suatu negara untuk menjadi negara sendiri dan perubahan sosial atau struktur ekonomi dalam suatu negara. Pembenaran secara agama seringkali dijadikan sebagai pembenaran terhadap tindakan teroris. Sasaran kelompok teroris biasanya adalah individu tertentu yang memiliki kekuasaan di suatu negara, perusahaan-perusahaan multinasional yang dimiliki oleh negara-negara kaya, gedung-gedung pemerintahan, atau basis militer. Mereka melakukan tindakan teror dengan cara pemboman, pembunuhan, penyanderaan, dan pembajakan pesawat terbang sipil. Contoh yang paling terkenal dari tindakan teroris adalah pemboman dengan menggunakan pesawat terbang sipil ke menara kembar WTC di New York pada tanggal 11 September 2001 oleh kelompok Al-Qaeda, pemboman di pantai Kuta Bali pada tahun 2002, pemboman bunuh diri di hotel JW Marriot pada tahun 2003, pemboman bunuh diri di depan kedutaan Australia pada tahun 2004, serta pemboman bunuh diri di kawasan jimbaran Bali pada tahun 2005. Serangkaian aksi pengeboman ini diduga kuat dilakukan oleh kelompok Dr. Azahari dan Noordin M. Top. Aksi ini dapat digolongkan sebagai tindakan teroris dengan mengatasnamakan agama dan kebencian terhadap negara-negara Barat.

f. Organisasi Pembebasan Nasional/Etnik (Ethnic/National Liberation Organization)
Organisasi ini dapat digolongkan sebagai gerakan pembebasan nasional karena berbasis pada etnik tertentu dalam suatu negara. Etnik tersebut menganggap diri mereka sebagai minoritas baik dalam pemerintahan maupun populasi penduduk. Tujuan dari gerakan ini adalah membentuk suatu negara merdeka. Kelompok ini memiliki struktur organisasi di dalam negeri dan luar negeri. Mereka menggunakan cara-cara damai dan kekerasan untuk memperoleh kemerdekaan.
Tahukah kamu?
Contoh gerakan pembebasan nasional adalah gerakan IRA di Inggris, Parti Quebecois di Kanada, Basques di Spanyol, Tibet di China, Macan Elam Tamil di Srilangka, GAM dan OPM di Indonesia, suku Moro di Philipina, suku minoritas melayu di Thailand, dan lain-lain.

g. Individu (Individual)
Peran individu dalam penyelesaian masalah-masalah internasional masih sulit ditentukan. Dalam kebanyakan kasus penyelesaian masalah hubungan internasional oleh individu masih melibatkan negara asal atau NGO yang mensponsorinya. Contohnya adalah ketika Jimmy Carter, mantan presiden AS, dikirim oleh pemerintahan Bill Clinton dalam membicarakan program Nuklir Korea Utara dan peran aktif dari Paus Johanes II dalam menjembatani perdamaian pada daerah-daerah konflik di Afrika dan Timur Tengah.
Aktor-aktor hubungan internasional memainkan peran penting dalam sistem hubungan internasional yang bersifat anarkis. Dikatakan anarkis karena dalam sistem hubungan internasional tidak terdapat aturan-aturan yang mengikat, seperti halnya hukum yang diterapkan di dalam suatu negara. Oleh karena itu, pengaturan hubungan internasional menjadi sangat penting dilakukan oleh negara-negara di dunia.
Semakin majunya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mendorong setiap negara di dunia untuk mengadakan hubungan kerjasama di tingkat internasional. Ketergantungan ekonomi telah mendesak negara-negara berkembang untuk bekerja sama, baik dengan sesama negara berkembang ataupun dengan negara-negara kaya.

3. Perspektif Hubungan Internasional
Terdapat tiga persepektif terhadap studi hubungan internasional yang telah dikenal dalam percaturan politik dan ekonomi dunia. Ketiga perspektif memiliki perbedaan dalam menyingkapi fenomena serta kejadian internasional. Hal dasar yang menjadi perdebatan adalah mengenai siapa aktor utama dalam hubungan internasional dan asumsi yang menjadi landasan keputusan politik dan ekonomi suatu negara.


a. Perspektif Realisme (Realism Perspective)
Pandangan realisme didasarkan pada asumsi bahwa negara merupakan aktor terpenting dan utama dalam hubungan internasional. Hal ini dikarenakan negara memiliki kedaulatan dan kekuasaan untuk menentukan kebijakan politik, ekonomi, serta hubungan diplomatik dengan negara lain. Realisme mengakui aktor-aktor lain selain negara, seperti IGO, NGO, korporasi multinasional, dan kelompok teroris, tetapi dengan tingkat kepentingan yang tidak terlalu mendominasi.

b. Perspektif Pluralisme (Pluralism Perspective)
Menurut pandangan pluralisme, aktor negara dan aktor nonnegara memiliki peran yang penting dan tidak dapat diabaikan dalam hubungan internasional. Organisasi internasional merupakan aktor yang penting dalam menyelesaikan masalah hubungan internasional. Organisasi-organisasi, seperti PBB, WTO, ASEAN, dan lain-lain sangat berperan dalam menjaga kepentingan setiap negara dalam berinteraksi dengan negara lain.

c. Perspektif Globalisme (Globalism Perspective)
Perspektif globalisme berbeda dengan realisme dan pluralisme. Globalisme secara khusus berpendapat bahwa awal analisis hubungan internasional adalah dalam konteks global di mana negara dan entitas-entitas selain negara saling berinteraksi. Globalisme juga memandang bahwa ekonomi merupakan faktor penting dalam sistem internasional. Menurut pandangan perspektif globalisme, hubungan ketergantungan antara negara-negara kaya di belahan utara dan negara miskin di belahan selatan harus dipecahkan dan dipersempit dengan hubungan yang lebih seimbang dan menguntungkan.
Tahukah kamu?
Ada dua jenis hubungan antarmanusia yang hal itu bisa dicontoh untuk diterapkan pada hubungan suatu perusahaan atau negara dengan pihak-pihak di luar dirinya. Kedua jenis hubungan itu adalah hubungan dalam konteks jual beli atau perdagangan (tijaroh) dan hubungan yang tanpa mengharapkan imbal-balik (tabarruk).
Oleh karena itu, disamping usaha untuk memenuhi hubungan pada aspek perdagangan (tijaroh), perusahaan atau negara pada umumnya memiliki kegiatan dalam kaitannya dengan tanggung jawab di bidang sosial (tabarruk). Bidang terakhir ini biasa disebut Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung-jawab sosial perusahaan atau negara.