Minggu, 29 Agustus 2010

RI Akan Ratifikasi Konvensi Stockholm

RI Akan Ratifikasi Konvensi Stockholm
Selasa, 3 Februari 2009 | 15:40 WIB

JAKARTA, SELASA — Bila tidak ada keberatan fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat, Pemerintah Indonesia akan segera meratifikasi Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar Organik yang Persisten. Rapat kerja teknis persiapan akan dibahas Rabu (4/2) bersama departemen.

Secara politik, ratifikasi menegaskan komitmen memperkuat kerja sama regional dan multilateral pengelolaan polutan organik yang persisten (POPs). Secara ekonomi, ratifikasi meningkatkan keberterimaan dunia akan produk Indonesia karena ramah lingkungan. Demikian dikatakan Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Jakarta kemarin.

Polutan organik yang persisten merupakan sekelompok senyawa kimia beracun dengan sifat sulit terurai dan cenderung berakumulasi baik di darat atau di air. Bahan POPs berdampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan manusia secara langsung atau melalui rantai makanan.

Hasil penelitian di negara maju, paparan senyawa POPs dalam jangka panjang menyebabkan kanker, merusak sistem susunan saraf, kekebalan tubuh, reproduksi, serta perkembangan bayi dan anak balita. Dalam lingkungan, paparannya mengurangi populasi burung, ikan, dan penipisan sel kulit telur burung pemakan ikan.

Ada 12 jenis bahan kimia POPs dalam tiga kategori, yaitu pestisida: aldrin, DDT, chlordane, dieldrin, endrin, heptachlor, mirex, dan toxaphene; bahan industri: hexachlorobenzene (HCB) dan polychlorinated biphenyls (PCB); dan bahan terbentuk tak sengaja akibat aktivitas manusia atau industri: dioksin dan furan.

Pertimbangkan serius

Wakil Ketua Komisi VII DPR Sonny Keraf menyatakan, dampak positif dan negatif ratifikasi konvensi patut dipertimbangkan. Dilihat dari dampak kesehatan dan lingkungan, bahan-bahan itu jelas berisiko dan berbahaya.

"Raker mendatang, kami harap, dihadiri berbagai departemen, seperti pertanian, ristek, perdagangan, dan perindustrian," kata Sonny. Ia menegaskan perlunya pendataan bahan-bahan pengganti POPs.

Menurut Rachmat, beberapa bahan yang dilarang masih ditemukan. "Misalnya PCB dan DDT," katanya.

Di Asia Tenggara, bersama Malaysia dan Brunei, Indonesia belum meratifikasi konvensi itu. Sejak diberlakukan 17 Mei 2004 hingga Januari 2009, 164 negara telah meratifikasi konvensi itu. Direktur Multilateral Departemen Luar Negeri Rezlan Ihzar Jenie menyatakan, tahun 2009 jadi momentum tepat.

"Meratifikasinya akan menguatkan pengaruh dan postur Indonesia dalam isu lingkungan," katanya. (GSA) sumber: www.yahoo.com

Jawablah pertanyaan berikut ini:

  1. Apa yang dimaksud dengan ratifikasi?
  2. Jelaskan tahap-tahap ratifikasi hukum internasional menjadi hukum nasional?
  3. Bagaimana perkembangan proses Ratifikasi Konvensi Stockholm di DPR?
  4. Menurut pendapatmu apakah Ratifikasi Konvensi Stockholm memberikan dampak positif bagi Indonesia ? Jelaskan!
  5. jelaskan peranan Menteri Luar Negeri alam proses Ratifikasi Konvensi internasional?

Selasa, 24 Agustus 2010

SISTEM PEMERINTAHAN

I. Pengertian Sistem Pemerintahan

Istilah system pemerintahan berasal dari gabungan dua kata system dan pemerintahan. Kata system merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah. Dan dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata-kata itu berarti:
  • Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatau
  • Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau, Negara.
  • Pemerintahan adalaha perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah

Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislative, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Dalam arti yang sempit, pemerintaha adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Sistem pemerintaha diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan. Kekuasaan dalam suatu Negara menurut Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan pemerintahan; Kekuasaan Legislatif yang berate kekuasaan membentuk undang-undang; Dan Kekuasaan Yudiskatif yang berate kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang. Komponen-komponen tersebut secara garis besar meliputi lembaga eksekutif, legislative dan yudikatif. Jadi, system pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antarlembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan negara yang bersangkutan.

Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara. Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Lembaga-lembaga yang berada dalam satu system pemerintahan Indonesia bekerja secara bersama dan saling menunjang untuk terwujudnya tujuan dari pemerintahan di negara Indonesia.
Dalam suatu negara yang bentuk pemerintahannya republik, presiden adalah kepala negaranya dan berkewajiban membentuk departemen-departemen yang akan melaksakan kekuasaan eksekutif dan melaksakan undang-undang. Setiap departemen akan dipimpin oleh seorang menteri. Apabile semua menteri yang ada tersebut dikoordinir oleh seorang perdana menteri maka dapat disebut dewan menteri/cabinet. Kabinet dapat berbentuk presidensial, dan kabinet ministrial.

a. Kabinet Presidensial
Kabinet presidensial adalah suatu kabinet dimana pertanggungjawaban atas kebijaksanaan pemerintah dipegang oleh presiden. Presiden merangkap jabatan sebagai perdana menteri sehingga para menteri tidak bertanggung jawab kepada perlemen/DPR melainkan kepada presiden. Contoh negara yang menggunakan sistem kabinet presidensial adalah Amarika Serikat dan Indonesia.

b. Kabinet Ministrial
Kabinet ministrial adalah suatu kabinet yang dalam menjalankan kebijaksaan pemerintan, baik seorang menteri secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama seluruh anggota kebinet bertanggung jawab kepada parlemen/DPR. Contoh negara yang menggunakan sistem kabinet ini adalah negara-negara di Eropa Barat.

Apabila dilihat dari cara pembentukannya, cabinet ministrial dapat dibagi menjadi dua, yaitu cabinet parlementer dan cabinet ekstraparlementer.
Kabinet parlementer adalah suatu kabinet yang dibentuk dengan memperhatikan dan memperhitungkan suara-suara yang ada didalam parlemen. Jika dilihat dari komposisi (susunan keanggotaannya), cabinet parlementer dibagi menjadi tiga, yaitu kabinet koalisi, kabinet nasional, dan kabinet partai. Kabinet Ekstraparlementer adalah kebinet yang pembentukannya tidak memperhatikan dan memperhitungkan suara-suara serta keadaan dalam parlemen/DPR.

II. Sistem Pemerintahan Parlementer Dan Presidensial

Sistem pemerintahan negara dibagi menjadi dua klasifikasi besar, yaitu:
1. sistem pemerintahan presidensial;
2. sistem pemerintahan parlementer.

Pada umumnya, negara-negara didunia menganut salah satu dari sistem pemerintahan tersebut. Adanya sistem pemerintahan lain dianggap sebagai variasi atau kombinasi dari dua sistem pemerintahan diatas. Negara Inggris dianggap sebagai tipe ideal dari negara yang menganut sistem pemerintahan parlemen. Bhakan, Inggris disebut sebagai Mother of Parliaments (induk parlemen), sedangkan Amerika Serikat merupakan tipe ideal dari negara dengan sistem pemerintahan presidensial.
Kedua negara tersebut disebut sebagai tipe ideal karena menerapkan ciri-ciri yang dijalankannya. Inggris adalah negara pertama yang menjalankan model pemerintahan parlementer. Amerika Serikat juga sebagai pelopor dalam sistem pemerintahan presidensial. Kedua negara tersebut sampai sekarang tetap konsisten dalam menjalankan prinsip-prinsip dari sistem pemerintahannya. Dari dua negara tersebut, kemudian sistem pemerintahan diadopsi oleh negara-negara lain dibelahan dunia.
Klasifikasi sistem pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Sistem pemerintahan disebut parlementer apabila badan eksekutif sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif mendapat pengawasan langsung dari badan legislatif. Sistem pemerintahan disebut presidensial apabila badan eksekutif berada di luar pengawasan langsung badan legislatif.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini ciri-ciri, kelebihan serta kekurangan dari sistem pemerintahan parlementer.

Ciri-ciri dari sistem pemerintahan parlementer adalah sebagai berikut:
  1. Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif.
  2. Anggota parlemen terdiri atas orang-orang dari partai politik yang memenangkan pemiihan umum. Partai politik yang menang dalam pemilihan umum memiliki peluang besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di parlemen.
  3. Pemerintah atau kabinet terdiri dari atas para menteri dan perdana menteri sebagai pemimpin kabinet. Perdana menteri dipilih oleh parlemen untuk melaksakan kekuasaan eksekutif. Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif berada pada perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Anggota kabinet umumnya berasal dari parlemen.
  4. Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat bertahan sepanjang mendapat dukungan mayoritas anggota parlemen. Hal ini berarti bahwa sewaktu-waktu parlemen dapat menjatuhkan kabinet jika mayoritas anggota parlemen menyampaikan mosi tidak percaya kepada kabinet.
  5. Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah perdana menteri, sedangkan kepala negara adalah presiden dalam negara republik atau raja/sultan dalam negara monarki. Kepala negara tidak memiliki kekuasaan pemerintahan. Ia hanya berperan sebgai symbol kedaulatan dan keutuhan negara.
  6. Sebagai imbangan parlemen dapat menjatuhkan kabinet maka presiden atau raja atas saran dari perdana menteri dapat membubarkan parlemen. Selanjutnya, diadakan pemilihan umum lagi untuk membentukan parlemen baru.
Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer:
  • Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai.
  • Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan public jelas.
  • Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi barhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer:
  • Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen.
  • Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bias ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar.
  • Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai meyoritas. Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat mengusai parlemen.
  • Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya.
Dalam sistem pemerintahan presidensial, badan eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. Mereka dipilih oleh rakyat secara terpisah.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini ciri-ciri, kelebihan serta kekurangan dari sistem pemerintahan presidensial.

Ciri-ciri dari sistem pemerintaha presidensial adalah sebagai berikut.
  1. Penyelenggara negara berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan majelis.
  2. Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertangungjawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif.
  3. Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Hal itu dikarenakan presiden tidak dipilih oleh parlemen.
  4. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer.
  5. Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan. Anggota parlemen dipilih oleh rakyat.
  6. Presiden tidak berada dibawah pengawasan langsung parlemen.
Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial:
  • Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
  • Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Indonesia adalah lima tahun.
  • Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
  • Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial:
  • Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak.
  • Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.
  • Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu yang lama.

THE OPENING TO THE 1945 CONSTITUTION

THE OPENING TO THE 1945 CONSTITUTION

Whereas Independence is the natural right of every nation, colonialism must be abolished in this world because it is not in conformity with Humanity and Justice.

And the Struggle of the movement for the independence of Indonesia has now reached the hour of rejoicing by leading the People of Indonesia safe and sound to the gateway of the Independence of an Indonesian State which is free, united, sovereign, just and prosperous.

Thanks to the blessing of God Almighty and impelled by the noble desire to lead their own free national life, the People of Indonesia hereby declare their independence.

Following this, in order to set up a government of the State of Indonesia which shall protect the whole of the Indonesian People and their entire native land of Indonesia, and in order to advance the general welfare, to develop the intellectual life of the nation and to contribute in implementing an order in the world which is based upon independence, abiding peace and social justice, the structure of Indonesia's National Independence shall be formulated in a Constitution of the Indonesian State which shall have the structural state form of a Republic of Indonesia with sovereignty of the people, and which shall be based upon: Belief in the One, Supreme God, just and civilized Humanity, the unity of Indonesia, and democracy which is guided by the inner wisdom in the unanimity arising out of deliberation amongst representatives, meanwhile creating a condition of social justice for the whole of the People of Indonesia.