Senin, 02 November 2009

PERJANJIAN INTERNASIONAL

Pengertian Perjanjian Internasional
Sebagian besar transaksi dan interaksi antara negara-negara dalam hubungan internasional bersifat rutin dan bebas konflik. Semakin banyak permasalahan yang muncul baik nasional, regional, ataupun global memerlukan perhatian dan penyelesaian dari banyak negara. Dalam banyak kasus, pemerintah beberapa negara seringkali berunding untuk membahas masalah serta memberikan solusi bagi permasalahan yang timbul antarnegara.
Istilah perjanjian merujuk pada interaksi antarnegara dalam menyelesaikan berbagai masalah atau konflik kepentingan di berbagai bidang, seperti bidang politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan (militer). Sebuah perjanjian harus dapat memberikan manfaat bagi negara-negara yang bergabung dalam suatu perjanjian. Terdapat beberapa pengertian perjanjian yang dikemukakan oleh para ahli hubungan internasional, antara lain.
a. Mochtar Kusumaatmadja, SH. LL.M
Perjanjian internasional sebagai perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu.
b. Konferensi Wina 1969
Perjanjian internasional adalah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu yang harus dipatuhi oleh setiap negara berdasarkan hukum internasional yang berlaku.
c. Oppenheimer
Dalam bukunya yang berjudul International Law, Oppenheimes mendefinisikan perjanjian internasional sebagai “international treaties are states, creating legal rights and obligations between the parties” atau perjanjian internasional melibatkan negara-negara yang menciptakan hak dan kewajiban di antara pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut.
d. K.J. Holsti
Perjanjian internasional merupakan hasil interaksi antarnegara yang diwakili pemerintah bersepakat untuk merundingkan, menyelesaikan, dan membahas masalah, mengemukakan bukti teknis untuk menyetujui satu penyelesaian, dan mengakhiri perundingan dengan perjanjian yang memuaskan kedua belah pihak.

2. Klasifikasi Perjanjian Internasional
Terdapat banyak perjanjian internasional yang mengatur setiap negara di dunia. Pengklasifikasian perjanjian internasional ini dapat dibedakan dari aspek subjek, isi, proses, dan fungsinya.
a. Klasifikasi berdasarkan subjek perjanjian, antara lain perjanjian antarnegara yang merupakan hukum internasional, perjanjian antara negara dengan organisasi internasional, dan perjanjian organisasi internasional dengan organisasi internasional lainnya.

b. Klasifikasi berdasarkan isi perjanjian dibagi atas beberapa faktor yang melatarbelakangi, yaitu secara politis, ekonomi, hukum, dan lain-lain. Organisasi NATO dan SEATO didirikan karena faktor politis. Secara ekonomi, perjanjian dapat dilihat dalam bantuan keuangan dari lembaga atau organisasi keuangan internasional, misalnya IMF, World Bank, dan CGI. Secara hukum, pengklasifikasian perjanjian berdasarkan isi dapat dilihat pada perjanjian ekstradisi antarnegara. Batas wilayah antarnegara dapat dilihat pada perjanjian teritorial, batas laut, dan batas daratan. Perjanjian secara kesehatan dapat dilihat pada kerjasama penanggulangan penyakit AIDS, flu burung, dan sebagainya.

c. Klasifikasi berdasarkan proses pembentukan perjanjian dapat dibagi dua. Pertama, perjanjian yang bersifat penting. Perjanjian bersifat penting dibuat melalui proses perundingan, penandatangan, dan ratifikasi sehingga menjadi hukum internasional yang mengikat negara-negara yang menandatangani. Kedua perjanjian bersifat biasa. Perjanjian bersifat biasa dibuat dengan melakukan perundingan dan penandatanganan perjanjian.

d. Klasifikasi berdasarkan fungsi perjanjian merupakan perjanjian yang mengatur tata cara pengaturan hubungan internasional bagi setiap negara dalam bentuk hukum yang mengikat setiap negara yang menandatangani. Contohnya adalah Konvensi Wina tahun 1958 tentang hubungan diplomatik yang harus ditaati oleh setiap negara di seluruh dunia. Selain itu, ada juga yang disebut perjanjian khusus. Perjanjian khusus mengikat negara-negara tertentu dalam bentuk hak dan kewajiban negara-negara penandatangan

3. Tahap-tahap Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional adalah suatu perjanjian yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis dalam bentuk dan nama tertentu serta menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak tertentu (negara atau organisasi). Dalam hukum internasional, tahapan pembuatan hukum internasional diatur dalam Konvensi Wina tahun 1969 tentang Hukum (Perjanjian) Internasional. Konvensi tersebut mengatur tahap-tahap pembuatan perjanjian baik bilateral (dua negara) mau pun multilateral (banyak negara). Tahap-tahapan tersebut adalah sebagai berikut.
a. perundingan (negotiation),
b. penandatanganan (signature),
c. pengesahan (ratification).
Dalam melakukan perjanjian, suatu negara harus melakukan tahap-tahap pembuatan perjanjian. Tahap-tahap tersebut dilakukan secara berurutan, yaitu mulai dari perundingan antarnegara yang berkepentingan, penandatanganan MOU, agreement, atau pun treaty yang mengikat negara-negara yang membuat perjanjian, mensahkan perjanjian tersebut melalui ratifikasi yang melibatkan dewan perwakilan atau parlemen.
Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya Pengantar Hukum Internasional menyebutkan tiga tahap dalam melakukan perjanjian internasional, yaitu

a. Perundingan (Negotiation)
Perundingan dilakukan oleh wakil-wakil negara yang diutus oleh negara-negara peserta berdasarkan mandat tertentu. Wakil-wakil negara melakukan perundingan terhadap masalah yang harus diselesaikan. Perundingan dilakukan oleh kepala negara, menteri luar negeri, atau duta besar. Perundingan juga dapat diwakili oleh pejabat dengan membawa Surat Kuasa Penuh (full power). Apabila perundingan mencapai kesepakatan maka perundingan tersebut meningkat pada tahap penandatanganan.

b. Penandatanganan (Signature)
Penandatanganan perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua negara biasanya ditandatangani oleh kepala negara, kepala pemerintahan, atau menteri luar negeri. Setelah perjanjian ditandatangani maka perjanjian memasuki tahap ratifikasi atau pengesahan oleh parlemen atau dewan perwakilan rakyat di negara-negara yang menandatangani perjanjian.

c. Pengesahan (Ratification)
Ratifikasi dilakukan oleh DPR dan pemerintah. Pemerintah perlu mengajak DPR untuk mensahkan perjanjian karena DPR merupakan perwakilan rakyat dan berhak untuk mengetahui isi dan kepentingan yang diemban dalam perjanjian tersebut. Pasal 11 UUD 1945 menyatakan bahwa masalah perjanjian internasional harus mendapatkan persetujuan dari DPR. Apabila perjanjian telah disahkan atau diratifikasi dengan persetujuan DPR maka perjanjian tersebut harus dipatuhi dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Di Indonesia, tahapan pembuatan perjanjian internasional dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Dalam Pasal 6 ayat (1) disebutkan pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui tahap-tahap berikut ini.
a. Penjajakan, merupakan tahap awal yang dilakukan para pihak yang akan melakukan perundingan mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.
b. Perundingan, merupakan tahap setelah adanya kesepakatan yang dibuat dalam tahap penjajakan. Perundingan merupakan tahap kedua yang membahas materi dan masalah-masalah teknis yang akan disepakati dalam perjanjian internasional.
c. Perumusan naskah, merupakan tahap pembuatan perjanjian internasional yang tujuannya untuk merumuskan rancangan suatu perjanjian internasional yang akan ditandatangani para pihak terkait.
d. Penerimaan, merupakan tahap penerimaan para pihak atas naskah perjanjian yang telah dirumuskan dan disepakati.
e. Penandatanganan, yaitu tahap akhir dalam perundingan bilateral untuk melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua pihak.

Terdapat perbedaan kekuatan untuk mengikat dalam perjanjian bilateral (perjanjian dua negara) dengan perjanjian multilateral (banyak negara). Dalam perundingan bilateral, kesepakatan atas naskah awal hasil perundingan dapat disebut “penerimaan”. Penerimaan dilakukan dengan membubuhkan inisial atau paraf pada naskah perjanjian internasional oleh ketua delegasi masing-masing. Dalam perundingan multilateral, proses penerimaan (acceptance/approval) umumnya merupakan tindakan pengesahan suatu negara atas perubahan perjanjian internasional.

Untuk perjanjian multilateral, penandatanganan perjanjian internasional bukan merupakan pengikatan diri sebagai negara pihak yang tunduk pada ketentuan perjanjian internasional. Di Indonesia, sesuai ketentuan Pasal 3 UU Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, proses mengikatkan diri pada perjanjian internasional dilakukan melalui cara-cara berikut.
a. penandatanganan,
b. pengesahan,
c. pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik,
d. cara-cara lain sebagaimana disepakati para pihak dalam perjanjian internasional.

Negara dapat dikatakan terikat pada perjanjian internasional setelah dilakukan pengesahan baik dalam bentuk ratifikasi (ratification), aksesi (accession), penerimaan (acceptance), maupun penyetujuan (approval). Pengesahan adalah perbuatan hukum untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional dalam bentuk

a) Ratifikasi (ratification),
Ratifikasi (ratification) dilakukan apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional turut menandatangani naskah perjanjian.

b) Aksesi (accession),
Aksesi (accesion) apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional tidak turut menandatangani naskah perjanjian.

c) Penerimaan (acceptance) dan Penyetujuan (approval).
Penerimaan (acceptance) dan penyetujuan (approval) adalah pernyataan menerima atau menyetujui dari negara-negara pihak pada suatu perjanjian internasional atas perubahan perjanjian internasional tersebut.

Tahukah kamu?
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak/KHA (Convention on the Right of the Child/CRC) pada tanggal 26 Januari 1990 melalui Kepres RI. No. 36 Tahun 1990. Tindakan pemerintah Indonesia dengan meratifikasi Konvensi Hak Anak tersebut merupakan upaya untuk memberikan perlindungan dan pengembangan hak-hak anak di Indonesia.

Selain pengesahan, negara-negara yang terlibat dalam perjanjian intenasional dapat menyatakan persyaratan (reservation) atau deklarasi/ (declaration). Reservasi (reservation) adalah pernyataan sepihak suatu negara untuk tidak menerima berlakunya ketentuan tertentu pada perjanjian internasional, dalam rumusan yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan suatu perjanjian internasional yang bersifat multilateral. Pernyataan (declaration) adalah pernyataan sepihak suatu negara tentang pemahaman atau penafsiran mengenai suatu ketentuan dalam perjanjian internasional. Pernyataan dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan perjanjian internasional yang bersifat multilateral guna memperjelas makna ketentuan tersebut.
Dalam praktiknya, terdapat perjanjian-perjanjian internasional yang tidak memerlukan pengesahan dan langsung berlaku setelah penandatanganan. Untuk perjanjian-perjanjian internasional yang memerlukan pengesahan terdapat beberapa bentuk pengesahan.

4. Proses Pengesahan Perjanjian Internasional di Indonesia
Terdapat tiga model pengesahan yang dikenal dalam hukum internasional, yaitu.
a. Pengesahan perjanjian internasional menjadi hukum positif suatu negara dilakukan oleh pemegang kekuasaan eksekutif. Model pengesahan demikian umumnya dilaksanakan di negara-negara yang menganut sistem monarki (kerajaan) absolut dan otoriter.
b. Pengesahan perjanjian internasional menjadi hukum positif nasional dilakukan oleh badan legislatif. Model pengesahan tersebut jarang terjadi atau bahkan saat tidak ada negara yang menganut sistem tersebut. Hal ini disebabkan karena pihak yang membuat perjanjian adalah pemerintah negara (eksekutif) sehingga dalam pengesahaannya pemerintah (eksekutif) akan selalu diikutsertakan.
c. Pengesahan perjanjian internasional dilakukan secara bersama-sama antara legislatif dengan eksekutif. Model ini disebut dengan sistem campuran. Sistem campuran ini paling banyak digunakan negara-negara di dunia.

Di Indonesia, pengesahan perjanjian internasional menjadi hukum positif Indonesia menggunakan sistem campuran. Landasan yuridis pembuatan perjanjian internasional didasarkan pada ketentuan Pasal 11 ayat (1) UUD 1945, yang berbunyi Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian, dan membuat perjanjian dengan negara lain. Ketentuan tersebut bersifat umum dan tidak memuat bagaimana proses pembuatan perjanjian internasional yang dilakukan Indonesia dengan pihak lain. UUD 1945 juga tidak memuat ketentuan bagaimana proses pengikatan diri terhadap perjanjian yang dibuat.

Pada masa Pemerintahan Orde Lama, untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (1) UUD 1945, didasarkan pada ketentuan yang ada dalam Surat Presiden Nomor 2826/HK/1960. Surat tersebut dibuat dan dikirim Presiden Soekarno kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 22 Agustus 1960. Inti Surat Nomor 2826 HK/1960 adalah pemerintah meminta persetujuan DPR, jika materi perjanjian internasional tersebut bersifat penting. Akan tetapi, jika perjanjian mengandung materi lain, DPR cukup diberitahukan saja. Dalam praktiknya, terjadi berbagai penyimpangan dalam melaksanakan surat presiden tersebut sehingga perlu dibuat undang-undang tentang Perjanjian Internasional.
Surat Presiden Nomor 2826/HK/1960 berlaku hingga tahun 2000. Surat Nomor 2862 HK/1960 tersebut tidak berlaku lagi setelah diundangkannya UU Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional pada tanggal 23 Oktober 2000. Dengan demikian, segala bentuk perjanjian dan proses pengesahan perjanjian internasional tidak lagi didasarkan pada ketentuan Surat Nomor 2862 HK/1960 tapi mengacu pada ketentuan pada UU Nomor 24 Tahun 2000.
Dalam UU Nomor 24 Tahun 2000, proses pengesahan perjanjian internasional diatur pada BAB III (Pasal 9 – 14) tentang Pengesahan Perjanjian Internasional. Menurut ketentuan UU Nomor 24 Tahun 2000, semua pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden. Selain perjanjian internasional yang perlu disahkan dengan undang-undang atau keputusan presiden, Pemerintah RI juga dapat membuat perjanjian internasional melalui cara-cara lain sebagaimana disepakati oleh para pihak pada perjanjian tersebut.
Materi perjanjian internasional yang disahkan melalui undang-undang apabila berkenaan dengan
a. masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara,
b. perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia,
c. kedaulatan atau hak berdaulat negara,
d. hak asasi manusia dan lingkungan hidup,
e. pembentukan kaidah hukum baru,
f. pinjaman dan/atau hibah luar negeri.

Tahukah kamu?
Pengesahan perjanjian internasional yang materinya tidak termasuk materi seperti yang disebutkan di atas, dilakukan dengan keputusan presiden. Pengesahan perjanjian internasional yang dituangkan dalam bentuk keputusan presiden harus disampaikan kepada DPR. Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan salinan setiap keputusan presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dievaluasi.

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Pengetahuan Dasar Hubungan Internasional
1. Pengertian Hubungan Internasional
Secara umum, pengertian hubungan internasional dapat dijelaskan sebagai hubungan yang mengatur perilaku setiap negara untuk berinteraksi dengan negara lain dalam bidang ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan. Agar terbentuknya masyarakat dunia yang berorientasi pada peningkatan kualitas hidup yang manusiawi dalam dunia yang masuk dalam era ketergantungan ini maka setiap negara memerlukan bentuk-bentuk kerja sama yang bisa saling membangun satu sama lain
Hubungan internasional dapat dilakukan secara bilateral, trilateral, multilateral, atau pun global. Konsep hubungan internasional tidak lepas dari peranan penting organisasi-organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations), Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations), Uni Eropa (European Unions), NAFTA (North America Free Trade Areas), Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization), dan organisasi internasional lainnya.

Para ahli hubungan internasional memberikan definisi berbeda mengenai studi hubungan internasional. Berikut adalah pengertian atau batasan mengenai hubungan internasional yang dikemukakan oleh beberapa ahli.
 Mochtar Mas’oed
Hubungan internasional merupakan bagian dari studi ilmu sosial yang mempelajari tentang interaksi setiap negara di dunia dalam segala aspek hubungan internasional yang meliputi diplomasi politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan.
 Daniel S. Papp
Hubungan internasional adalah ilmu yang mempelajari masalah-masalah internasional dan sistem yang membentuk hubungan internasional serta para aktor yang terlibat di dalamnya.
 Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi
Hubungan internasional adalah studi tentang bagaimana memahami teori, konsep, dan politik dunia (world politics) yang tercermin dalam aktor-aktor internasional yang meliputi negara bangsa, organisasi internasional, korporasi multinasional, dan kelompok teroris.
 K.J. Holsti
Hubungan internasional mengacu pada istilah semua bentuk interaksi antara masyarakat yang berbeda apakah disponsori oleh pemerintah atau tidak. Studi hubungan internasional mencakup kebijakan luar negeri atau proses politik antara bangsa-bangsa yang mencakup juga studi mengenai serikat perdagangan internasional, Palang Merah Internasional, turisme, perdagangan internasional, transportasi, komunikasi, serta perkembangan nilai dan etik internasional.
 Karl W. Dentesh
Dalam bukunya The Analysis of International relation, hubungan internasional merupakan proses transnasional yaitu berpengaruhnya suatu ide, perilaku, kejadian dari suatu negara ke negara lain. Interdependensi yaitu faktor mengapa negara lain bergantung dengan suatu organisasi atau negara lainnya (ketergantungan internasional). Hubungan internasional juga mempelajari sebab-sebab suatu negara berperang dan bagaimana menciptakan perdamaian; kekuatan dan kelemahan negara; politik internasional dan masyarakat internasional; masalah kependudukan, pangan dan lingkungan hidup; serta masalah kemiskinan dan kemakmuran.


Prinsip Inti dalam hubungan internasional mempunyai dua sisi, yaitu:
1) Adanya garis yang membatasi perangai internasional pemerintah suatu negara dengan apa yang dilakukannya dalam batas wilayah nasionalnya; dan
2) Tindakan dalam negeri yang diambil oleh pemerintah suatu negara berada diluar kepentingan negara-negara lain dan komunitas internasional.
Oleh karena itu campur tangan luar negeri dalam masalah-masalah internal dalam negeri suatu negara berdaulat tidak dibenarkan.

2. Aktor-aktor Hubungan Internasional
Aktor-aktor yang terlibat dalam hubungan internasional dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a. Negara (state)
Negara telah mendominasi perpolitikan dunia selama kurang lebih 300 tahun. Dominasi negara bermula dari Perjanjian Westphalia pada tahun 1648. Perjanjian Westphalia telah mengakhiri peperangan selama tiga puluh tahun di Eropa. Dengan Perjanjian Westphalia, didirikan sistem entitas kedaulatan negara. Sebelumnya, kedaulatan ditentukan oleh kekuasaan Paus dan Gereja Katolik Romawi. Negara menjadi entitas politik yang sangat penting dalam hubungan internasional. Negara memiliki legitimasi dan kedaulatan untuk menentukan nasib suatu bangsa dalam hubungan internasional.

b. Organisasi Internasional (international governmental organization)
Organisasi internasional mengacu pada organisasi yang diciptakan oleh dua atau lebih negara berdaulat. Organisasi internasional mengadakan pertemuan secara regular dan memiliki pekerja yang bekerja secara penuh. Organisasi internasional merupakan tempat di mana setiap negara memiliki wakil yang menjaga kepentingan masing-masing negara pada tingkat regional dan internasional. Contoh organisasi internasional adalah PBB, ASEAN, WHO, dan WTO.

c. Organisasi Nonpemerintah (Non Government Organization)
Organisasi nonpemerintah merupakan organisasi yang dibentuk oleh masyarakat atau kelompok kepentingan di suatu negara atau beberapa negara. Kebanyakan NGO dibentuk untuk melindungi hak-hak minoritas yang tersingkirkan oleh kebijakan pemerintah. Terdapat sekitar 5.000 NGO di seluruh dunia dengan tujuan, maksud, pengaruh, dan komposisi yang berbeda. Contoh NGO yang sudah terkenal di tingkat internasional adalah Amnesti Internasional, CARE, Palang Merah Internasional, dan Green Peace.

d. Korporasi Multinasional (Multinational Corporation)
Korporasi multinasional merupakan aktor bukan negara yang sangat mendominasi, khususnya dalam bidang ekonomi. Korporasi multinasional merupakan raksasa ekonomi yang menguasai perekonomian di hampir setiap negara di dunia. Kekuatan ekonomi yang dimiliki korporasi multinasional telah memungkinkan aliran investasi asing di berbagai belahan dunia untuk bergerak tanpa mengenal batas-batas negara.

e. Kelompok Teroris (Terrorist Group)
Kelompok teroris menjadi faktor penting dalam hubungan internasional, terutama setelah berakhirnya Perang Dingin dan serangan teroris pada menara kembar WTC di New York pada 11 September 2001. Terorisme adalah penggunaan atau ancaman kekerasan fisik oleh individu-idividu atau kelompok-kelompok untuk tujuan politik, baik untuk kepentingan atau melawan kekuasan yang ada. Sedangkan versi Deplu AS tahun1987 dalam publikasi tahunannya mengenai terorisme global berbunyi: “ terorisme adalah kekerasan fisik yang direncanakan dan bermotivasi politik yang dilancarkan terhadap sasaran-sasaran nonkombatan, oleh kelompok-kelompok subnasional atau agen-agen rahasia negara, biasanya dimaksudkan untuk mempengaruhi public tertentu.
Pada intinya terorisme internasional adalah bentuk kekerasan politik yang melibatkan warga atau wilayah lebih dari satu negara. Ia juga dapat diartikan sebagai tindak kekerasan yang dilakukan diluar diplomasi internasional dan perang. Sebagai sasaran dipilih benda hidup atau mati, misalnya diplomat, pejabat, aktivis, pengusaha besar, pesawat terbang dan sebagainya.
Kelompok teroris menjadi momok yang ditakuti di setiap negara. Hal ini dikarenakan umumnya mereka mengkampanyekan kepentingan mereka dengan kekerasan. Tujuan akhir kelompok teroris adalah politik, motifnya bervariasi antara lain meliputi tuntutan terhadap pemisahan dari suatu negara untuk menjadi negara sendiri dan perubahan sosial atau struktur ekonomi dalam suatu negara. Pembenaran secara agama seringkali dijadikan sebagai pembenaran terhadap tindakan teroris. Sasaran kelompok teroris biasanya adalah individu tertentu yang memiliki kekuasaan di suatu negara, perusahaan-perusahaan multinasional yang dimiliki oleh negara-negara kaya, gedung-gedung pemerintahan, atau basis militer. Mereka melakukan tindakan teror dengan cara pemboman, pembunuhan, penyanderaan, dan pembajakan pesawat terbang sipil. Contoh yang paling terkenal dari tindakan teroris adalah pemboman dengan menggunakan pesawat terbang sipil ke menara kembar WTC di New York pada tanggal 11 September 2001 oleh kelompok Al-Qaeda, pemboman di pantai Kuta Bali pada tahun 2002, pemboman bunuh diri di hotel JW Marriot pada tahun 2003, pemboman bunuh diri di depan kedutaan Australia pada tahun 2004, serta pemboman bunuh diri di kawasan jimbaran Bali pada tahun 2005. Serangkaian aksi pengeboman ini diduga kuat dilakukan oleh kelompok Dr. Azahari dan Noordin M. Top. Aksi ini dapat digolongkan sebagai tindakan teroris dengan mengatasnamakan agama dan kebencian terhadap negara-negara Barat.

f. Organisasi Pembebasan Nasional/Etnik (Ethnic/National Liberation Organization)
Organisasi ini dapat digolongkan sebagai gerakan pembebasan nasional karena berbasis pada etnik tertentu dalam suatu negara. Etnik tersebut menganggap diri mereka sebagai minoritas baik dalam pemerintahan maupun populasi penduduk. Tujuan dari gerakan ini adalah membentuk suatu negara merdeka. Kelompok ini memiliki struktur organisasi di dalam negeri dan luar negeri. Mereka menggunakan cara-cara damai dan kekerasan untuk memperoleh kemerdekaan.
Tahukah kamu?
Contoh gerakan pembebasan nasional adalah gerakan IRA di Inggris, Parti Quebecois di Kanada, Basques di Spanyol, Tibet di China, Macan Elam Tamil di Srilangka, GAM dan OPM di Indonesia, suku Moro di Philipina, suku minoritas melayu di Thailand, dan lain-lain.

g. Individu (Individual)
Peran individu dalam penyelesaian masalah-masalah internasional masih sulit ditentukan. Dalam kebanyakan kasus penyelesaian masalah hubungan internasional oleh individu masih melibatkan negara asal atau NGO yang mensponsorinya. Contohnya adalah ketika Jimmy Carter, mantan presiden AS, dikirim oleh pemerintahan Bill Clinton dalam membicarakan program Nuklir Korea Utara dan peran aktif dari Paus Johanes II dalam menjembatani perdamaian pada daerah-daerah konflik di Afrika dan Timur Tengah.
Aktor-aktor hubungan internasional memainkan peran penting dalam sistem hubungan internasional yang bersifat anarkis. Dikatakan anarkis karena dalam sistem hubungan internasional tidak terdapat aturan-aturan yang mengikat, seperti halnya hukum yang diterapkan di dalam suatu negara. Oleh karena itu, pengaturan hubungan internasional menjadi sangat penting dilakukan oleh negara-negara di dunia.
Semakin majunya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mendorong setiap negara di dunia untuk mengadakan hubungan kerjasama di tingkat internasional. Ketergantungan ekonomi telah mendesak negara-negara berkembang untuk bekerja sama, baik dengan sesama negara berkembang ataupun dengan negara-negara kaya.

3. Perspektif Hubungan Internasional
Terdapat tiga persepektif terhadap studi hubungan internasional yang telah dikenal dalam percaturan politik dan ekonomi dunia. Ketiga perspektif memiliki perbedaan dalam menyingkapi fenomena serta kejadian internasional. Hal dasar yang menjadi perdebatan adalah mengenai siapa aktor utama dalam hubungan internasional dan asumsi yang menjadi landasan keputusan politik dan ekonomi suatu negara.


a. Perspektif Realisme (Realism Perspective)
Pandangan realisme didasarkan pada asumsi bahwa negara merupakan aktor terpenting dan utama dalam hubungan internasional. Hal ini dikarenakan negara memiliki kedaulatan dan kekuasaan untuk menentukan kebijakan politik, ekonomi, serta hubungan diplomatik dengan negara lain. Realisme mengakui aktor-aktor lain selain negara, seperti IGO, NGO, korporasi multinasional, dan kelompok teroris, tetapi dengan tingkat kepentingan yang tidak terlalu mendominasi.

b. Perspektif Pluralisme (Pluralism Perspective)
Menurut pandangan pluralisme, aktor negara dan aktor nonnegara memiliki peran yang penting dan tidak dapat diabaikan dalam hubungan internasional. Organisasi internasional merupakan aktor yang penting dalam menyelesaikan masalah hubungan internasional. Organisasi-organisasi, seperti PBB, WTO, ASEAN, dan lain-lain sangat berperan dalam menjaga kepentingan setiap negara dalam berinteraksi dengan negara lain.

c. Perspektif Globalisme (Globalism Perspective)
Perspektif globalisme berbeda dengan realisme dan pluralisme. Globalisme secara khusus berpendapat bahwa awal analisis hubungan internasional adalah dalam konteks global di mana negara dan entitas-entitas selain negara saling berinteraksi. Globalisme juga memandang bahwa ekonomi merupakan faktor penting dalam sistem internasional. Menurut pandangan perspektif globalisme, hubungan ketergantungan antara negara-negara kaya di belahan utara dan negara miskin di belahan selatan harus dipecahkan dan dipersempit dengan hubungan yang lebih seimbang dan menguntungkan.
Tahukah kamu?
Ada dua jenis hubungan antarmanusia yang hal itu bisa dicontoh untuk diterapkan pada hubungan suatu perusahaan atau negara dengan pihak-pihak di luar dirinya. Kedua jenis hubungan itu adalah hubungan dalam konteks jual beli atau perdagangan (tijaroh) dan hubungan yang tanpa mengharapkan imbal-balik (tabarruk).
Oleh karena itu, disamping usaha untuk memenuhi hubungan pada aspek perdagangan (tijaroh), perusahaan atau negara pada umumnya memiliki kegiatan dalam kaitannya dengan tanggung jawab di bidang sosial (tabarruk). Bidang terakhir ini biasa disebut Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung-jawab sosial perusahaan atau negara.

Rabu, 07 Oktober 2009

Asal Mula Terjadinya NEGARA


Asal Mula Terjadinya Negara

Darimana asalnya suatu negara? Bagaimana proses terjadinya negara? Proses terjadinya negara berbeda-beda untuk setiap negara. Asal-mula terjadinya negara dapat dikelompokkan sebagai berikut.


a. Terjadinya Negara secara Primer

Berdasarkan penelitian para ahli, terjadinya negara tidak secara mendadak melainkan melalui evolusi. Artinya, muncul secara perlahan-lahan (lamban). Dalam perkembangan hidupnya, manusia sebagai makhluk yang rasional cenderung untuk hidup berkelompok, berorganisasi, atau berasosiasi. Kebersamaan hidup itu didasari oleh

adanya pertalian darah karena keturunan, perasaan senasib, agama yang sama, kepribadian, dan bangsa terhadap tempat tinggalnya.

Awal kehidupan yang penting adalah keluarga (ayah, ibu, dan anak). Kemudian berkembang menjadi kesatuan keluarga yang lebih lugas baik secara matrilineal, partilineal, maupun parental sehingga terbentuklah suku, marga, dan bangsa yang menetap dalam suatu wilayah tertentu, yaitu desa, kota, maupun negara. Menurut Friedrich Yulius Stahl, keluarga yang patrilineal adalah negara yang pertama.


b. Terjadinya Negara secara Sekunder

Terjadinya negara secara sekunder membicarakan lahirnya negara baru yang dalam pertumbuhannya dihubungkan dengan negara yang sebelumnya sudah ada. Munculnya negara baru, berkaitan dengan adanya pengakuan dari negara lain, yaitu pengakuan de facto dan pengakuan de jure.

De facto adalah pengakuan menurut kenyataan yang ada (sesuai dengan fakta). Pengakuan de facto merupakan suatu syarat untuk mendapatkan pengakuan secara de jure. Dengan pengakuan ini suatu negara sudah dapat melakukan hubungan dengan negara-negara lain dalam batas-batas tertentu, misalnya dalam perdagangan.

De jure adalah pengakuan secara resmi menurut hukum (internasional). Pengakuan ini diberikan kepada suatu negara, bila dianggap pemerintahnya sudah stabil dan efektif serta mampu menjamin keamanan dan ketertiban warga negara dan penduduk dalam wilayah. Jadi, pengakuan dari negara lain merupakan unsur penting bagi suatu negara baru di tengah­tengah negara lainnya.


c. Terjadinya Negara Berdasarkan Fakta Sejarah

1) Pendudukan (Occupatie)

Hal ini terjadi ketika suatu wilayah yang tidak bertuan dan belum ada yang menguasai, diduduki dan dikuasai sebagai miliknya. Misalnya, ketika bangsa yang menemukan wilayah Nusantara dan membentuk kerajaan­kerajaan kecil atau Liberia yang diduduki pare budak Negro dan dimerdekakan tahun 1847.

2) Peleburan (Fusi)

Hal ini terjadi ketika negara-negara kecil dalam suatu wilayah bersepakat dengan mengadakan perjanjian untuk Baling melebur menjadi negara baru. Misalnya, persetujuan Renville tanggal 17 Januari 1948 menghasilkan pembentukan negara federasi di Indonesia, terbentuknya federasi Kerajaan Jerman pada tahun 1871.

3) Penyerahan (Cessie)

Hal ini terjadi ketika suatu wilayah diserahkan kepada negara lain berdasar perjanjian tertentu. Misalnya, Sleeswijk diserahkan oleh Australia kepada Prusia (Jerman), kerajaan-kerajaan Nusantara yang menyerahkan wilayah kekuasaannya kepada Portugis dan VOC ketika kalah perang atau dengan perjanjian tertentu.

4) Penaikan (Accesie)

Suatu wilayah terbentuk akibat penaikan lumpur sungai atau bertambahnya tanah lumpur dari dasar laut (delta); Kemudian wilayah tersebut dihuni oleh sekelompok orang sehingga terbentuklah negara. Misalnya, wilayah negara Mesir yang terbentuk dari delta sungai Nil.

5) Penguasaan (Anexatie)

Suatu wilayah dikuasai oleh bangsa lain tanpa reaksi dan berdirilah negara di wilayah itu. contoh ketika pembentukan negara Isreal banyak mencaplok daerah Palestine.

6) Proklamasi (Prodamation)

Terbentuknya negara ketika suatu bangsa yang dikuasai/dijajah bangsa lain melakukan perlawanan, berhasil merebut wilayahnya kembali dan menyatakan kemerdekaannya.

Misalnya, negara Indonesia pada 17 Agustus 1945 mampu melepaskan diri dari penjajahan Jepang dan Belanda.

7) Pembentukan Baru (Inovation)

Munculnya suatu negara baru di etas wilayah suatu negara yang pecah dan lenyap karena suatu hal. Misalnya, negara Columbia yang pecah dan lenyap, kemudian muncul negara baru di wilayah tersebut (Columbia Baru, Venezuela).

8) Pemisahan (Separatise)

Terbentuknya negara di suatu wilayah negara yang memisahkan diri dari negara yang menguasainya, kemudian menyatakan kemerdekaannya. Misalnya, tahun 1939, Belgic memisahkan diri dari Belanda dan kemudian merdeka, Timor Timur memisahkan diri dari negara RI dan menjadi negara Timor Leste.

Materi Pendidikan Kewarganegaraan kelas X 2009

Rabu, 02 September 2009

proklamasi dan konstitusi

  1. Renungkanlah isi dari Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
  2. Pembukaan UUD 1945 adalah konstitusi yang bersifat rigid (sulit dirubah atau memerlukan persyaratan yang berat untuk merubahnya). Jelaskanlah makna pembukaan UUD 1945 dari alinea 1 - 4
  3. Sebutkan dan terangkan konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia dari awal merdeka sampai sekarang!

Rabu, 05 Agustus 2009

Keterbukaan dan Keadilan

A. Keterbukaan dan Keadilan Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

1. Pengertian Keterbukaan
Adanya keterbukaan tidak terlepas dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan perkembangan teknologi dan komunikasi sulit bahkan tidak mungkin untuk menepis dan mengendalikan setiap informasi yang masuk. Dengan demikian, era keterbukaan secara tidak langsung akan mengakibatkan mengecilnya ruang dan waktu. Negara dituntut untuk lebih aktif dalam rangka menyaring dan mengendalikan setiap informasi yang masuk.
Keterbukaan adalah keadaan yang memungkinkan ketersediaan informasi yang dapat diberikan dan didapat oleh masyarakat luas. Keterbukan merupakan kondisi yang memungkinkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan bernegara.
Di samping itu, keterbukaan juga akan mengakibatkan batas-batas teritorial suatu negara menjadi kabur. Kecanggihan teknologi dan informasi membuat batas-batas teritorial suatu negara menjadi tidak berarti. Seseorang akan dengan mudah memberikan dan menerima informasi sesuai dengan keinginannya. Pada akhirnya keterbukaan akan mengakibatkan hilangnya diferensiasi (perbedaan) sosial.
Akan tetapi, keterbukaan akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di suatu negara. Di lihat dari aspek sosial budaya, keterbukaan akan memberikan ruang gerak bagi masuknya budaya-budaya barat yang sama sekali berbeda dengan budaya masyarakat Indonesia. Dilihat dari aspek ideologi, keterbukaan akan memberikan ruang bagi tumbuh dan berkembangnya ideologi-ideologi dari luar yang tidak sesuai dengan kepribadian suatu bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, munculnya era keterbukaan akan membawa dampak yang sangat buruk apabila kita tidak dapat mempersiapkan diri.

2. Pengertian Keadilan
Keadilan pada hakikatnya adalah memperlakukan seseorang atau pihak lain sesuai dengan haknya. Yang menjadi hak setiap orang adalah diakuai dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya, yang sama derajatnya, yang sama hak dan kewajibannya, tanpa membedakan suku, keurunan, dan agamanya. Hakikat keadilan dalam Pancasila, UUD 1945, dan GBHN, kata adil terdapat pada:
1. Pancasila yaitu sila kedua dan kelima
2. Pembukaan UUD 1945 yaitu alinea II dan IV
3. GBHN 1999-2004 tentang visi

Keadilan berasal dari kata adil. Menurut W.J.S. Poerwodarminto kata adil berarti tidak berat sebelah, sepatutnya tidak sewenang-wenang dan tidak memihak.

  • Pembagian keadilan menurut Aristoteles:
  1. Keadilan Komutatif adalah perlakuan terhadap seseorang yang tidak melihat jasa-jasa yang dilakukannya.
  2. Keadilan Distributif adalah perlakuan terhadap seseorang sesuai dengan jasa-jasa yang telah dibuatnya.
  3. Keadialn Kodrat Alam adalah memberi sesuatusesuai dengan yang diberikan orang lain kepada kita.
  4. Keadilan Konvensional adalah seseorang yang telah menaati segala peraturang perundang-undangan yang telah diwajibkan.
  5. Keadilan Menurut Teori Perbaikan adalah seseorang yang telah berusaha memulihkan nama baik orang lain yang telah tercemar
  • Pembagian keadilan menurut Plato:
  1. Keadilan Moral, yaitu suatu perbuatan dapat dikatakan adila secara moral apabila telah mampu memberikan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajibannya.
  2. Keadilan Prosedural, yaitu apabila seseorang telah mampu melaksanakan perbuatan adil berdasarkan tata cara yang telah diterapkan.
  • Thomas Hobbes menjelaskan suatu perbuatan dikatakan adil apabila telah didasarkan dengan perjanjian yang disepakati.
  • Notonegoro, menambahkan keadilan legalitas atau keadilan hukum yaitu suatu keadan dikatakan adil jika sesuai ketentuan hukum yang berlaku

3. Pentingnya Keterbukaan dan Keadilan dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Keterbukaan dalam pengertian sikap dan perilaku yang dilakukan pemerintah dewasa ini merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari. Sebagai contoh adalah keterbukaan arus informasi di bidang hukum. Keterbukaan arus informasi di bidang hukum penting agar setiap warga negara mendapatkan suatu jaminan keadilan.

Sikap keterbukaan juga menuntut komitmen masyarakat dan mentalitas aparat dalam melaksanakan peraturan tersebut. Kesiapan infrastruktur fisik dan mental aparat sangat menentukan jalannya “jaminan keadilan”.

Sesungguhnya keadilan bermula dari adanya pertentangan antara kepentingan individu dan kepentingan kelompok. Pertentangan kepentingan akan menyebabkan pertikaian, bahkan peperangan antara sesama manusia. Oleh sebab itu, keberadaan keadilan adalah untuk mempertimbangkan pertentangan secara teliti melalui perangkat peraturan-peraturan (hukum) untuk mewujudkan suatu perdamaian. Dengan kata lain, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara masalah keadilan menjadi masalah penting dalam rangka memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa.

Dalam konteks berbangsa dan bernegara, keadilan merupakan hak mutlak bagi setiap warga negara. Pemerintah harus mampu menegakkan keadilan bagi setiap warga negaranya. Keadilan tersebut harus menyangkut semua aspek kehidupan, baik keadilan hukum, politik, maupun kesejahteraan ekonomi.

B. Dampak penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan

Dalam mewujudkan suatu pemerintahan atau kepemerintahan yang demokratis maka hal yang paling utama yang harus diwujudkan oleh pemerintah adalah transparansi (keterbukaan). Adapun indikasi dari suatu pemerintahan atau kepemerintahan yang transparan (terbuka) adalah apabila di dalam penyelenggaraan pemerintahannya terdapat kebebasan aliran informasi dalam berbagai proses kelembagaan. Berbagai informasi harus disediakan secara memadai dan mudah dimengerti sehingga dapat digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi. Kepemerintahan yang tidak transparan, cepat atau lambat cenderung akan menuju ke pemerintahan yang korup, otoriter, atau diktator.

Akibat penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan diantaranya:
a. kesenjangan antara rakyat dan pemerintah akibat krisis kepercayaan
b. menimbulkan prasangka yang tidak baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
c. pemerintah tidak berani bertanggungjawab kepada rakyat
d. tidak adanya partisipasi dan dukungan rakyat sehingga menghambat proses pembangunan nasional
e. hubungan kerjasama internasional yang kuarang harmonis
f. ketertinggalan dalam segala bidang.

Untuk itu diperlukan suatu penyelenggaran pemerintahan yang baik dan terbuka. Penyelenggaraan negara yang baik dapat menciptakan pemerintahan yang baik (good governance). Dan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, ada beberapa asas yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Asas Kepastian Hukum
b. Asas Tertib Penyelenggaran Negara
c. Asas Kepentingan Umum
d. Asas Keterbukaan
e. Asas Proposionalitas
f. Asas profesionalitas
g. Asas Akuntabilitas

Penyelenggaraan pemerintahan negara Republik Indonesia dilakukan oleh pemerintah atau penyelenggara negara. Penyelenggara negara menurut Undang-Undang RI No. 28 Tahun 1999 tentang Pentelenggara Negara yang Bersih, dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislative, dan yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

C. Sikap keterbukaan dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

1. Mengapresiasikan Sikap Terbuka dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.

Di dalam iklim demokrasi saat ini, sikap terbuka penting untuk dilaksanakan. Sikap terbuka ini akan mendukung proses demokratisasi di Indonesia. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sikap terbuka harus dilaksanakan oleh setiap warga negara, termasuk oleh pemerintah. Hal ini penting agar keterbukaan tidak hanya terjadi di lingkungan masyarakat tetapi lebih jauh lagi keterbukaan harus juga berjalan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Setiap penyelenggaraan pemerintahan harus dilakukan secara terbuka dan dapat dipantau oleh warga negara. Dengan dilakukannya hal ini maka kemungkinan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam penyelenggaraan negara dapat diperkecil.

Sikap terbuka adalah sikap untuk bersdia memberitahukan dan sikap untuk bersedia menerima pengetahuan atau informasi dari pihak lain. Sikap terbuka ini dapat ditunjukkan dengan dukungan pemerintah terhadap kebebasan pers. Dengan adanya kebebasan pers diharapkan akses informasi warga negara terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Sebagai contoh setiap pengambilan keputusan yang diambil oleh pemerintah dapat dipantau terus oleh warga negara. Pers sendiri diharapkan dapat memberikan informasi yang aktual dan tepat kepada warga negara. Selain itu, sikap netral harus terus dipertahankan oleh pers. Pers diharapkan tidak menjadi alat bagi pemerintah untuk mempertahankan kekuasaannya.

2. Pentingnya sikap adil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

Ketidakadilan dapat menciptakan kecemburuan, pertentangan, kesenjangan dan disintegrasi bangsa. Dalam kehidupan berbangsa, ketidakadilan dapat menimbulkan perilaku anarkis dan pertikaian antar golongan, bahkan dalam pertikaian antar suku bangsa dapat menyebabkan perpecahan wilayah. Sedangkan dalam kehidupan bernegara, perbuatan tidak adil dapat menyebebkan negara mengalami hambatan dalam menjalankan roda pemerintahan sehingga mengalami keterpurukan dan berdampak pada penderitaan rakyat. Dengan demikian keadilan adalah persyaratan bagi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan negara kita.

3. Berpartisipasi dalam Upaya Peningkatan Jaminan Keadilan

Sebagai warga negara, kita harus ikut serta secara aktif dalam upaya meningkatkan jaminan keadilan. Jaminan keadilan bukan hanya merupakan tanggung jawab pemerintah. Partisipasi warga negara juga mutlak diperlukan. Partisipasi secara dua arah diperlukan agar jaminan keadilan dapat berjalan dengan efektif. Partisipasi warga negara dalam upaya peningkatan jaminan keadilan dapat dilakukan dengan melakukan cara-cara berikut ini.
1. Menaati setiap peraturan yang berlaku di negara Republik Indonesia.
2. Menghormati setiap keputusan hukum yang dibuat oleh lembaga peradilan.
3. Memberikan pengawasan terhadap jalannya proses-proses hukum yang sedang berlangsung.
4. Memberi dukungan terhadap pemerintah dalam upaya meningkatkan jaminan keadilan.
5. Memahami dan menghormati hak dan kewajiban setiap warga negara.

Dengan partisipasi pemerintah dan warga negara dalam meningkatkan jaminan keadilan diharapkan rasa keadilan dapat benar-benar dirasakan oleh warga negara. Selain itu, terwujudnya rasa keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diharapkan dapat mendorong terjadinya pemerataan kesejahteraan di Indonesia. Hal ini sangatlah penting mengingat masih banyak terjadi kesenjangan ekonomi yang cukup mencolok dalam masyarakat. Tujuan pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial harus terwujud.

Prinsip-Prinsip Demokrasi

A. Pengertian dan Prinsip – prinsip Budaya Demokrasi

1. Pengertian Demokrasi

Secara etimologis, demokrasi berasal bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk dan cratein yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Dengan demikian, secara bahasa demokrasi adalah keadaan negara di mana kedaulatan atau kekuasaan tertingginya berada di tangan rakyat. Konsep demokrasi diterima oleh hampir seluruh negara di dunia. Diterimanya konsep demokrasi disebabkan oleh keyakinan mereka bahwa konsep ini merupakan tata pemerintahan yang paling unggul dibandingkan dengan tata pemerintahan lainnya. Demokrasi telah ada sejak zaman Yunani Kuno. Presiden Amerika Serikat ke-16, Abraham Lincoln mengatakan demokrasi adalah government of the people, by the people and for the people.

2. Macam-Macam Demokrasi

Menurut cara penyaluran kehendak rakyat, demokrasi dibedakan atas :
  • Demokrasi Langsung
  • Demokrasi Tidak Langsung

Menurut dasar prinsip ideologi, demokrasi dibedakan atas :

  • Demokrasi Konstitusional (Demokrasi Liberal)
  • Demokrasi Rakyat (Demokrasi Proletar)

Menurut dasar yang menjadi titik perhatian atau prioritasnya, demokrasi dibedakan atas :

  • Demokrasi Formal
  • Demokrasi Material
  • Demokrasi Campuran

Menurut dasar wewenang dan hubungan antara alat kelengkapan negara, demokrasi dibedakan atas :

  • Demokrasi Sistem Parlementer
  • Demokrasi Sistem Presidensial

3. Prinsip-Prinsip Demokrasi yang Berlaku Universal

Inu Kencana Syafiie merinci prinsip-prinsip demokrasi sebagai berikut, yaitu ; adanya pembagian kekuasaan, pemilihan umum yang bebas, manajemen yang terbuka, kebebasan individu, peradilan yang bebas, pengakuan hak minoritas, pemerintahan yang berdasarkan hukum, pers yang bebas, beberapa partai politik, konsensus, persetujuan, pemerintahan yang konstitusional, ketentuan tentang pendemokrasian, pengawasan terhadap administrasi negara, perlindungan hak asasi, pemerintah yang mayoritas, persaingan keahlian, adanya mekanisme politik, kebebasan kebijaksanaan negara, dan adanya pemerintah yang mengutamakan musyawarah.
Prinsip-prinsip negara demokrasi yang telah disebutkan di atas kemudian dituangkan ke dalam konsep yang lebih praktis sehingga dapat diukur dan dicirikan. Ciri-ciri ini yang kemudian dijadikan parameter untuk mengukur tingkat pelaksanaan demokrasi yang berjalan di suatu negara. Parameter tersebut meliputi empat aspek.Pertama, masalah pembentukan negara. Proses pembentukan kekuasaan akan sangat menentukan bagaimana kualitas, watak, dan pola hubungan yang akan terbangun. Pemilihan umum dipercaya sebagai salah satu instrumen penting yang dapat mendukung proses pembentukan pemerintahan yang baik. Kedua, dasar kekuasaan negara. Masalah ini menyangkut konsep legitimasi kekuasaan serta pertanggungjawabannya langsung kepada rakyat. Ketiga, susunan kekuasaan negara. Kekuasaan negara hendaknya dijalankan secara distributif. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemusatan kekuasaan dalam satu tangan..Keempat, masalah kontrol rakyat. Kontrol masyarakat dilakukan agar kebijakan yang diambil oleh pemerintah atau negara sesuai dengan keinginan rakyat.

B. Proses Demokratisasi Menuju Masyarakat Madani (Civil Society)

1. Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri di hadapan penguasa dan negara, memiliki ruang publik (public sphere) dalam mengemukakan pendapat, dan memiliki lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.

2. Kaitan antara Masyarakat Madani dengan Demokrasi
Hubungan antara masyarakat madani dengan demokrasi (demokratisasi) menurut M. Dawam Rahadjo, bagaikan dua sisi mata uang. Keduanya bersifat ko-eksistensi atau saling mendukung. Hanya dalam masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat ditegakkan dengan baik dan hanya dalam suasana demokratislah masyarakat madani dapat berkembang secara wajar. Nurcholish Madjid memberikan penjelasan mengenai keterkaitan antara masyarakat madani dengan demokratisasi. Menurutnya, masyarakat madani merupakan tempat tumbuhnya demokrasi. Pemilu merupakan simbol bagi pelaksanaan demokrasi. Masyarakat madani merupakan elemen yang signifikan dalam membangun demokrasi. Salah satu syarat penting bagi demokrasi adalah terciptanya partisipasi masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh negara atau pemerintahan. Masyarakat madani mensyaratkan adanya civic engagement yaitu keterlibatan warga negara dalam asosiasi-asosiasi sosial. Civic engagement ini memungkinkan tumbuhnya sikap terbuka, percaya, dan toleran antara satu dengan lainnya. Masyarakat madani dan demokrasi menurut Ernest Gellner merupakan dua kata kunci yang tidak dapat dipisahkan. Demokrasi dapat dianggap sebagai hasil dinamika masyarakat yang menghendaki adanya partisipasi.

C. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia (Masa Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi)

Perkembangan demokrasi di Indonesia dari segi waktu dapat dibagi dalam empat periode, yaitu :
1. Periode 1945-1959 Demokrasi Parlementer
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer. Sistem parlementer ini mulai berlaku sebulan setelah kemerdekaan diproklamasikan. Sistem ini kemudian diperkuat dalam Undang-Undang Dasar 1949 (Konstitusi RIS) dan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950. Meskipun sistem ini dapat berjalan dengan memuaskan di beberapa negara Asia lain, sistem ini ternyata kurang cocok diterapkan di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan melemahnya persatuan bangsa. Dalam UUDS 1950, badan eksekutif terdiri dari Presiden sebagai kepala negara konstitusional (constitutional head) dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.

2. Periode 1959-1965 (Orde Lama)Demokrasi Terpimpin
Pandangan A. Syafi’i Ma’arif, demokrasi terpimpin sebenarnya ingin menempatkan Soekarno seagai “Ayah” dalam famili besar yang bernama Indonesia dengan kekuasaan terpusat berada di tangannya. Dengan demikian, kekeliruan yang besar dalam Demokrasi Terpimpin Soekarno adalah adanya pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi yaitu absolutisme dan terpusatnya kekuasaan hanya pada diri pemimpin. Selain itu, tidak ada ruang kontrol sosial dan check and balance dari legislatif terhadap eksekutif.

3. P eriode 1965-1998 (Orde Baru) Demokrasi Pancasila
Ciri-ciri demokrasi pada periode Orde Lama antara lain presiden sangat mendominasi pemerintahan, terbatasnya peran partai politik, berkembangnya pengaruh komunis, dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Menurut M. Rusli Karim, rezim Orde Baru ditandai oleh; dominannya peranan ABRI, birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik, pembatasan peran dan fungsi partai politik, campur tangan pemerintah dalam persoalan partai politik dan publik, masa mengambang, monolitisasi ideologi negara, dan inkorporasi lembaga nonpemerintah

4. Periode 1998-sekarang( Reformasi )
Orde reformasi ditandai dengan turunnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998. Jabatan presiden kemudian diisi oleh wakil presiden, Prof. DR. Ir. Ing. B.J. Habibie. Turunnya presiden Soeharto disebabkan karena tidak adanya lagi kepercayaan dari rakyat terhadap pemerintahan Orde Baru. . Bergulirnya reformasi yang mengiringi keruntuhan rezim tersebut menandakan tahap awal bagi transisi demokrasi Indonesia. Transisi demokrasi merupakan fase krusial yang kritis karena dalam fase ini akan ditentukan ke mana arah demokrasi akan dibangun

D. Menampilkan Perilaku Budaya dan Prinsip-Prinsip Demokrasi dalam Kehidupan Sehari-hari

Beberapa karakteristik yang harus ditampilkan dari warga negara yang berkarakter dan berjiwa demokratis, yaitu ;Memilki sikap rasa hormat dan tanggung jawab, bersikap kritis, membuka diskusi dan dialog, bersikap terbuka, bersikap rasional, adil, dan selalu bersikap jujur. Warga negara yang otonom harus melakukan tiga hal untuk mewujudkan demokrasi konstitusional, yaitu menciptakan kultur taat hukum yang sehat dan aktif (culture of law), ikut mendorong proses pembuatan hukum yang aspiratif (process of law making), mendukung pembuatan materi-materi hukum yang responsif (content of law), ikut menciptakan aparat penegak hukum yang jujur dan bertanggung jawab (structure of law).

Rabu, 22 Juli 2009

Budaya Politik

A. Pengertian Budaya Politik

Istilah "budaya politik" (political culture) relatif baru tidak hanya dalam konteks politik Indonesia, tetapi juga dalam kajian-kajian politik umumnya. Seperti dikemukakan Pye, istilah "kultur politik" adalah istilah relatif baru yang berusaha membuat lebih eksplisit dan sistematis pemahaman yang berkaitan dengan konsep-konsep yang sudah lama mapan seperti ideologi politik, etos dan semangat nasional, psikologi politik nasional, dan nilai-nilai fundamental masyarakat. Istilah "budaya politik" yang juga mencakup orientasi politik para pemimpin dan warga negara, lebih inklusif dari istilah-istilah lain seperti "gaya politik" (political style) atau "tata operasional" yang lebih berpusat pada tingkah laku politik kaum elite (pye, dalam Pye & Verba, eds. 1965:100)

Albert Widjaja menyatakan budaya politik adalah aspek politik dari sistem nilai-nilai yang terdiri dari ide, pengetahuan, adat istiadat, tahayul dan mitos. Kesemuanya ini dikenal dan diakui sebagian besar masyarakat. Budaya politik tersebut memberi rasional untuk menolak atau menerima nilai-nilai dan norma lain. Ia menyamakan budaya politik dengan konsep “ideologi” yang dapat berarti “sikap mental”, “pandangan hidup”, dan “struktur pemikiran”. Budaya politik, katanya, menekankan ideologi yang umum berlaku di masyarakat, bukan ideologi perorangan yang sifatnya sering khusus dan beragam.


B. Tipe-tipe Budaya Politik dan Perkembangan Budaya Politik Indonesia
Almond dan verba membuat beberapa macam tipe-tipe budaya politik, yaitu:

  1. Budaya parokial yaitu budaya politik yang terbatas pada wilayah tertentu bahkan masyarakat belum memiliki kesadaran berpolitik, sekalipun ada menyerahkannya kepada pemimpin lokal seperti suku.
  2. Budaya politik kaula/subjek artinya masyarakat sudah memiliki kesadaran terhadap sistem politik namun tidak berdaya dan tidak mampu berpartisipasi sehingga hanya melihat outputnya saja tanpa bisa memberikan input.
  3. Budaya politik partisipan adalah masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang berorientasi terhadap struktur inputs dan proses dan terlibat di dalamnya atau melihat dirinya sebagai potensial terlibat, mengartikulasikan tuntutan dan membuat keputusan. Pada budaya poltik ini ditandai dengan kesadaran politik yang tinggi. Budaya politik partisipan merupakan budaya politik pada masyarakat atau orang-orang yang aktif melibatkan diri dalam kegiatan politik, khususnya memberikan suara dalam pemilihan umum. Tingkat partisipasi politik pada golongan ini diperkirakan sebesar 40-60%
  4. Budaya politik campuran, maksudnya disetiap bangsa budaya politik itu tidak terpaku kepada satu budaya, sekalipun sekarang banyak negara sudah maju, namun ternyata tidak semuanya berbudaya partisipan, masih ada yang kaula dan parokial. Inilah yang kemudian disebut sebagai budaya politik campuran.

Berdasarkan klasifikasi tipe-tipe parokial, kaula/subjek, dan partisipan. Almond membuat tiga model tentang kebudayaan politik atau disebut model orientasi terhadap pemerintahan dan politik, yakni meliputi :
a. Model pertama adalah masyarakat demokratis industri.
b. Model kedua adalah sistem otoriter
c. Model ketiga yaitu sistem demokrasi praindustri.

Profil budaya politik Indonesia serta bagaimana budaya politik mempengaruhi perilaku politik warga negara dan aktor politik. Keanekaragaman kultur merupakan hal yang mendorong terciptanya pengaruh yang besar dalam budaya politik. Banyaknya budaya-budaya daerah telah menghadirkan banyaknya subbudaya politik, yang masing-masing memiliki jarak yang berbeda-beda dengan struktur politik.


Clifford Geertz seorang ilmuwan social, mengupas kebudayaan jawa menyatakan terdapat tipologi dalam kebudayaan jawa yaitu, santri sebagai abangan dan priyayi. Masyarakat jawa terdiri dari tiga kelompok sosial seperti itu. Sementara itu Geertz, secara menyeluruh mengelompokkan masyarakat Indonesia dalam tiga sub budaya politik yang meliputi : “Petani pedalaman Bali”, Masyarakat Islam Pantai” dan “Masyarakat pegunungan. Herbert Feith lebih memandang Indonesia memiliki dua buah politik yang dominan, yaitu : “ Aristokrasi Jawa” dan “Wiraswasta Islam. Mochtar Naim (Malik, 2003) mengatakan hanya ada dua sistem budaya yang belakangan mempengaruhi elite politik di Indonesia. Pertama, sistem budaya Jawa yang berwatak hirarkis, feodalistis, dan paternalistis. Kedua, sistem budaya Minangkabau (Melayu) yang dicirikan sebagai masyarakat tribal dan bersuku-suku, demokratis, paternalistis dan desentralistis. Dua sistim budaya ini, ketika zaman pergerakan sampai ke masa Indonesia baru, saling tarik menarik di antara kaum elit strategis kita, terutama yang berkaitan dengan ide demokrasi. Dua sistem budaya ini, belakangan mempengaruhi perilaku politik elite di Indonesia, dalam kaitannnya dengan pandangan kekuasaan. Arbit Sanit (1985), menjelaskan pandangan masyarakat Indonesia terhadap kekuasaan dapat dibedakan atas dua tipe, yaitu bentuk yang tradisional dan moderen. Kekuasaan yang dilihat dari pandangan tradisional (Jawa), sebagai sesuatu yang terpusat, tidak terbagi, bersifat simbolis sehingga mutlak dan personal.

C. Pengertian Sosialisasi Politik

Sosialisasi politik menunjuk pada proses-proses pembentukan sikap-sikap politik dan pola-pola tingkah laku disamping itu sosialisasi politik juga merupakan sarana bagi suatu generasi ubntuk mewariskan patokan-patokan dan keyakinan-keyakinan politik kepada generasi sesudahnya. Proses ini disebut transmisi kebudayaan. Adapun Sarana-sarana Sosialisasi Politik meliputi keluarga, sekolah,, kelompok pergaulan, pekerjaan, media massa, dan kontak-kontak politik langsung.

Dengan melihat derajat partisipasi politik warga dalam proses politik rezim atau pemerintahan bisa dilihat dalam spektrum:

  • Rezim otoriter - warga tidak tahu-menahu tentang segala kebijakan dan keputusan politik
  • Rezim patrimonial - warga diberitahu tentang keputusan politik yang telah dibuat oleh para pemimpin, tanpa bisa mempengaruhinya.
  • Rezim partisipatif - warga bisa mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh para pemimpinnya.
  • Rezim demokratis - warga merupakan aktor utama pembuatan keputusan politik

D. Peran Serta Budaya Politik Partisipan
Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Secara umum dalam masyarakat tradisional yang sifat kepemimpinan politiknya lebih ditentukan oleh segolongan elit penguasa, keterlibatan warga negara dalam ikut serta mempengaruhi pengambilan keputusan, mempengaruhi kehidupan bangsa relatif sangat kecil


Kategori Partisipasi Politik tediri dari :

  1. Berdasarkan Kegiatannya terdiri dari partisispasi aktif dan partisipasi pasif
  2. Berdasarkan Sifatnya, terdiri dari “autonomus particition” (partisipasi otonom) dan “mobilized participation” (partisipasi yang dimobilisasi).
  3. Berdasarkan Jumlah Pelakunya terdiri dari partisipasi individual dan partisispasi kolektif
  4. Berdasarkan Kesadaran Politik dan Kepercayaan Politik terdiri dari partisispasi aktif, pasif, apatis, dan radikal militan

Perilaku politik (politic behavior) menurut Almond, dinyatakan sebagai segala sesuatu mengenai tindakan manusia dalam situasi poltik. Interaksi antara pemerintah dan masyarakat, antara lembaga-lembaga pemerintah, dan antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, penegakkan keputusan politik yang juga merupakan perilaku politik. Ikut serta dalam pemilu, misalnya merupakan bentuk sikap warga negara terhadap pemerintah merupakan salah satu contoh perilaku politik. Tindakan dan perilaku individu ditentukan oleh orientasi umum yang nampak secara jelas sebagai pencerminan budaya politik.

Menurut Miriam budiarjo, Tingkah laku politik merupakan pencerminan dari budaya politik suatu masyarakat yang penuh dengan aneka bentuk karakter dan aneka bentuk-bentuk kelompok dengan berbagai macam tingkah lakunya. Perilaku politik pemimpin maupun warga negara tidak dapat dipisahkan dari pengaruh budaya politik. misalnya, dalam melaksanakan penyusunan rencana keputusan politik, mengawasi pelaksanaan pengawasan dan menjalankan fungsi yudikatif, semuanya itu tidak dapat terlepas dari pengaruh budaya politik norma-norma, tata nilai, subbudaya, adat kebiasaan, tradisi, bahkan cakupan tipe budaya politik beserta karakteristiknya yang khas telah mewarnai proses tersebut.